Jakarta, Ifakta.co – Jakarta Utara, wilayah pesisir yang menjadi pintu gerbang laut ibu kota, telah lama menjadi sorotan dalam hal peredaran narkoba. Meski berbagai upaya penindakan telah dilakukan, realitas di lapangan menunjukkan bahwa jaringan narkoba justru semakin kompleks dan berakar kuat. Carut-marut peredaran narkoba di kawasan ini mencerminkan persoalan yang bukan hanya terkait hukum, tetapi juga sosial, ekonomi, bahkan politik.
Pelabuhan Tanjung Priok menjadi salah satu titik rawan yang kerap disebut sebagai jalur masuk narkoba, baik dari luar negeri maupun antarwilayah di Indonesia. Modus penyelundupan terus berkembang, mulai dari pengiriman kontainer, penyisipan dalam barang-barang legal, hingga melalui jalur nelayan. Keterbatasan pengawasan dan dugaan adanya oknum yang bermain di balik layar memperparah situasi.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Keterlibatan jaringan terorganisir peredaran narkoba tidak lagi sebatas pemain kelas teri. Berbagai pengungkapan kasus menunjukkan keterlibatan sindikat besar, bahkan lintas negara. Jaringan ini tidak hanya memiliki dana besar, tapi juga sumber daya manusia yang terlatih dan strategi distribusi yang canggih. Wilayah-wilayah seperti Penjaringan, Cilincing, dan Koja menjadi kantong-kantong rawan dengan tingkat peredaran yang tinggi.
Korban dari carut-marut ini bukan hanya para pengguna, tapi juga masyarakat luas. Anak-anak muda, bahkan pelajar, menjadi sasaran utama peredaran narkoba. Lingkungan kumuh dengan tingkat kemiskinan tinggi menciptakan celah bagi bandar untuk merekrut kurir dengan iming-iming uang cepat. Banyak warga yang terjebak, antara menjadi korban atau malah bagian dari mata rantai distribusi.
Meskipun aparat kepolisian dan BNN (Badan Narkotika Nasional) kerap melakukan penggerebekan, efektivitas penegakan hukum masih dipertanyakan. Kerap muncul kabar bahwa tersangka utama lolos, sementara hanya pengedar kecil yang tertangkap. Selain itu, adanya dugaan suap dan perlindungan dari oknum penegak hukum membuat pemberantasan narkoba ibarat “menyapu air dengan sapu lidi”.
Mengatasi persoalan narkoba bukan hanya soal penindakan. Diperlukan pendekatan yang menyeluruh:
- Peningkatan pengawasan di pelabuhan dan jalur distribusi.
- Rehabilitasi dan pendidikan bagi pengguna, khususnya generasi muda.
- Pemberdayaan ekonomi masyarakat miskin untuk mengurangi ketergantungan terhadap “penghasilan instan” dari narkoba.
- Pembersihan internal aparat hukum dari oknum yang terlibat.
- Sinergi antara pemerintah, masyarakat, dan LSM dalam pencegahan dini.
Carut-marut peredaran narkoba di Jakarta Utara bukan hanya persoalan kriminal, melainkan krisis multidimensi. Jika tidak ditangani secara serius dan sistemik, wilayah ini bisa menjadi ladang subur bagi generasi yang hilang. Sudah saatnya seluruh elemen masyarakat bersatu, bukan hanya untuk memberantas narkoba, tapi juga untuk membangun sistem yang adil dan manusiawi.