Ogan Komering Ilir, ifakta.co – Menteri Lingkungan Hidup/Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (KLH/BPLH), Hanif Faisol Nurofiq melakukan kunjungan kerja ke Provinsi Sumatera Selatan guna memperkuat upaya penanganan kebakaran lahan (karla) serta memastikan pelaksanaan pemulihan lingkungan oleh sektor pertambangan. Agenda pertama difokuskan pada penguatan kesiapsiagaan pengendalian kebakaran lahan di ekosistem gambut, yang dilaksanakan di Desa Jadi Mulya, Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), sebagai salah satu lokasi Desa Mandiri Peduli Gambut (DMPG).
Program DMPG merupakan program pemberdayaan masyarakat untuk terlibat aktif dalam upaya perlindungan dan pengelolaan ekosistem gambut. Program ini dijalankan dengan pendampingan dari PT OKI Pulp and Paper Mills. Kegiatan ini melibatkan berbagai pemangku kepentingan, mulai dari pemerintah daerah, para pemegang konsesi lahan, hingga kepada masyarakat secara langsung.
Dalam sambutannya, Menteri Hanif menekankan pentingnya peran masyarakat dalam upaya menjaga kelestarian ekosistem gambut dan mencegah terjadinya karla, terutama saat musim kemarau.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
“Masyarakat adalah garda terdepan dalam menjaga kelestarian ekosistem gambut. Upaya ini harus terus didukung dengan kebijakan, pengawasan, dan kolaborasi lintas sektor,” ujar Menteri Hanif.
Keberhasilan Program DMPG sendiri ditandai dengan terjaganya tingkat kebasahan lahan gambut, peningkatan hasil pertanian melalui intensifikasi dan ekstensifikasi, serta penurunan kejadian kebakaran lahan. Dampak positif lainnya mencakup berkurangnya kerusakan lingkungan, serta terjaganya kelestarian keanekaragaman hayati, khususnya habitat gajah. Model pengelolaan berbasis masyarakat ini diharapkan dapat direplikasi di wilayah lain sebagai bagian dari strategi nasional pengendalian kebakaran hutan dan lahan di ekosistem gambut.
Usai meninjau kawasan gambut di OKI, Menteri Hanif melanjutkan kunjungannya untuk melihat secara langsung lahan pascatambang milik PT Musi Prima Coal (MPC), perusahaan tambang batubara yang beroperasi di Desa Gunung Raja, Kecamatan Empat Petulai Dangku, Kabupaten Muara Enim, Sumatera Selatan.
“Di data kami, ada sekitar 400–500 hektar lahan pascatambang di perusahaan ini yang belum dipulihkan,” ungkap Menteri Hanif.
Atas temuan tersebut, KLH/BPLH akan segera menurunkan tim pengawasan untuk melakukan pendataan dan evaluasi menyeluruh terhadap area yang wajib dipulihkan. Pemerintah memberikan tenggat waktu satu hingga dua bulan kepada PT MPC untuk melaksanakan kewajiban pemulihan.
“Jika dalam waktu tersebut tidak dijalankan, maka kami akan berikan sanksi paksaan pemerintah. Bila masih diabaikan, akan kami tindak dengan sanksi pidana dan denda sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungdan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup,” tegas Menteri Hanif.
Menteri Hanif juga mengungkap bahwa PT MPC hanyalah satu dari ratusan perusahaan tambang di Sumatera Selatan yang belum menjalankan kewajiban pemulihan lahan secara menyeluruh. Saat ini, pemerintah tengah melakukan pemetaan terhadap seluruh aktivitas pertambangan dan akan menindak setiap pelanggaran secara tegas.
Selain itu, Menteri Hanif, menyatakan keprihatinannya terhadap indikasi praktik pertambangan ilegal atau ekspansi tambang yang menjamah kawasan hutan lindung. Untuk itu, Kementerian Lingkungan Hidup akan berkoordinasi dengan Kementerian Kehutanan untuk penindakan dari sisi pidana, sementara aspek perdata akan ditangani oleh KLH/BPLH.
“Jika ditemukan pelanggaran di kawasan hutan, maka akan kami tindak dari dua sisi: pidana oleh Kementerian Kehutanan dan perdata oleh kami di Kementerian Lingkungan Hidup,” tandas Menteri Hanif.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Pertanahan (DLHP) Provinsi Sumatera Selatan, Herdi, mengapresiasi keterlibatan langsung pemerintah pusat. Ia menyatakan bahwa keterlibatan Menteri LH akan memperkuat posisi daerah dalam mendorong kepatuhan perusahaan.
“Selama ini kami hanya bisa memberikan peringatan. Dengan turunnya Menteri langsung, kami harap proses pemulihan lingkungan bisa berjalan lebih cepat,” kata Herdi.
Kunjungan kerja Menteri Hanif ini menjadi penanda kuat bahwa perlindungan lingkungan bukan sekadar kewajiban moral, melainkan tanggung jawab hukum yang akan ditegakkan secara tegas dan berkeadilan. Konsolidasi bersama masyarakat dan penegakan terhadap korporasi berjalan beriringan demi keberlanjutan sumber daya alam Indonesia.
(Denjojo)