Pj.Bupati Nganjuk Sri Handoko Taruna saat membuka upacara Boyong Natapraja di Alun – Alun Berbek.(Poto: ifakta.co / may ).
NGANJUK ifakta.co– Pemerintah Kabupaten Nganjuk melaksanakan upacara Boyong Natapraja yang dihadiri oleh seluruh unsur pemerintah Kabupaten Nganjuk yang dilaksanakan secara random dari pendopo Alun – Alun Berbek menuju ke Pendopo Soesro Koesoema Kabupaten Nganjuk pada hari Kamis (6/6/2024).
Pj.Bupati Nganjuk Sri Handoko Taruna bersama Forkopimda Nganjuk, seluruh jajaran OPD, stakeholder terkait serta elemen masyarakat baik dari unsur sejarawan maupun seni dan budaya serta masyarakat Nganjuk hadir memenuhi alun – alun Berbek.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Prosesi Boyong Natapraja tersebut terbagi menjadi 8 sesi yang dijadwalkan berlangsung sejak pukul 12.30 – 17.00 Wib dengan beberapa titik yang akan dilalui.Diantaranya “Persiapan pusaka” dari balai desa Berbek dipindah ke pendopo Berbek.
Selanjutnya upacara “Pembukaan Boyong Natapraja” oleh para penari bedoyo, kemudian “Pemberangkatan Boyong” menggunakan kereta kuda menuju stadion Anjuk Ladang, lalu “Kirab budaya” start dari Anjuk Ladang menuju Taman Nyawiji.

Penyerahan Pusaka Natapraja dari Camat Berbek kepada Pj.Bupati Nganjuk untuk di bawa ke pusat pemerintahan di Nganjuk.(Poto : ifakta.co / May).
Lantas disusul dengan prosesi “Susulan dan Sasrahan” dimana semua pelaku boyong turun dari kereta kuda dan melakukan “Lampahan Natapraja” menuju gerbang Tugu 20.Setelah sampai di depan Tugu dilakukan prosesi “Bukak Lawang” dan “Penyerahan Pusaka” dan diakhiri dengan “Sedekah Bumi”.
Dalam sambutannya Pj.Bupati Nganjuk Sri Handoko Taruna menyampaikan makna dari Boyong Natapraja dan menceritakan alur sejarah pemerintahan Kabupaten Nganjuk hingga memiliki pusat pemerintahan di Nganjuk.
“Siang hari ini kita dapat mengikuti Boyong Natapraja tahun 2024, hal ini adalah implementasi dari 6 Juni 1880 hari Minggu Wage dimana ada peristiwa besar yang terjadi yaitu pemindahan pemerintahan,” ungkap Sri Handoko Taruna.
Sri Handoko mengemukakan hal Ikhwal peristiwa Boyong Natapraja itu berdasarkan temuan bukti sejarah pada era pemerintahan Bupati Nganjuk Raden Sumo Wiloyo tentang surat keputusan India Belanda.

Prosesi Lampahan mengawal Pusaka Natapraja dengan berjalan kaki dari Taman Nyawiji ke Pendopo Soesro Koesoema Kabupaten Nganjuk (Poto: ifakta.co/ may).
“Berdasarkan surat keputusan dari India Belanda pada 6 Juni 1875 yang memerintahkan untuk melakukan pemindahan ibukota Berbek ke ibukota Nganjuk sehingga di kenal dengan istilah “Boyong Natapraja,” urainya.
Adapun wilayah pemerintahan Kabupaten Nganjuk terdiri dari 5 Kawedanan yakni Berbek, Nganjuk, Warujayeng, Lengkong dan Kertosono dengan ibukota pemerintahan Nganjuk.
“Perpindahan ibukota Berbek ke ibukota Nganjuk terjadi pada masa pemerintahan Raden Mas Adipati Soesro Koesoema yang merupakan Bupati Nganjuk ke-3 dan putra dari Bupati Berbek Raden Tumenggung Sumo Wiloyo pada 6 Juni 1880, seperti yang kita peringati sekarang ini,” tandasnya.
Memahami alur sejarah pemerintahan Kabupaten Nganjuk, Sri Handoko lantas menghimbau kepada seluruh masyarakat Nganjuk dan juga para pejabat pemerintahan di Nganjuk untuk selalu menjadikan moment sejarah itu menjadi suatu ingatan yang kolektif dan selalu dijaga dan dilestarikan hingga turun temurun.
“Ingat pesan Bung Karno tentang Jas Merah, jangan sekali – kali melupakan sejarah karena bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai sejarah, sehingga kita akan menjadi bangsa yang terhormat dimata internasional,” beber Sri Handoko Taruna.

Pj.Bupati Nganjuk saat sampai di depan pintu masuk Tugu 20 pendopo Soesro Koesoema Kabupaten Nganjuk.(Poto:ifakta.co /may).
Ia meminta momentum Boyong Natapraja ini dijadikan sebagai penyemangat masyarakat Kabupaten Nganjuk.
“Dengan sejarah perjalanan Kabupaten Nganjuk yang sangat luar biasa ini kita bisa menyemangatinya sebagai pedoman untuk bangkit dari keterpurukan dan penindasan dengan semangat gotong royong dan guyup rukun untuk membangun Nganjuk jadi lebih baik,” pungkasnya.
(MAY).