KOTA BEKASI, ifakta.co – Obat daftar G atau obat keras terbatas (K), kerap disalahgunakan untuk tujuan reaksi.
Jika tidak diminimalkan, obat keras kategori berbahaya itu berpotensi menghasilkan generasi yang sakit akibat efek konsumsi obat tanpa resep dokter.
Toko berkedok kosmetik yang dikelola perantau asal Aceh didapati menjajakan tramadol, hexymer, riklona, alprazolam, mercy, dan dumolid.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Padahal, obat tersebut digunakan untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan ilmu pengetahuan.
Namun, keberadaan toko yang tak kantongi nomor izin edar (NIE) itu dengan leluasa mengedarkan tanpa rasa takut serta terorganisir dengan baik, dan diduga kuat adanya keterlibatan “oknum’ aparat nakal.
“Ini grup Bang Lanex, koordinasi Polsek, dan Polres itu urusan Bang Lanex, kalau kita hanya pekerja bang,” kata penjual pil koplo saat dimintai keterangan ifakta.co, di Jl. Sagong II, RT.002/RW.006, Cimuning, Kecamatan Mustika Jaya, Kota Bekasi, Jawa Barat, Jumat (31/01/2025).
Sementara itu, salah seorang warga yang resah mengungkapkan bahwa obat-obatan itu nyata beredar di lingkungannya dan belum ada penindakan oleh penegak hukum.
Selain itu menurutnya, bahwa permintaan obat keras yang tinggi di pasaran menjadi salah satu pemicu yang pada akhirnya menciptakan peluang pasar bagi pelaku kejahatan dan dapat merusak generasi milenial.
“Semoga polisi bisa menekan peredaran obat keras terbatas (K) di Bantar Gebang,” harap warga yang enggan menyebutkan namanya di lokasi.
“Saya meminta kepada pak Kapolri dan Kapolda untuk menindak tegas pengedar pil haram itu. Bahkan, alasan saya berdasar, karna saya masih memiliki anak yang duduk di sekolah menengah pertama,” tutupnya.
Sebagai informasi, bahwa mengacu pada Undang-Undang pelaku pengedar sediaan farmasi tanpa resep dokter dapat dijerat dengan Pasal 435 UU nomor 17 tahun 2023 tentang kesehatan sebagaimana pengganti Pasal 106 UU RI nomor 36 tahun 2009 dengan ancaman hukuman penjara 15 tahun.