BALI, ifakta.co – Setelah mendapatkan reaksi keras dari umat muslim di Bali, terkait vidio viral di Bandara Internasional Igusti Ngurah Rai masalah fronliner berujung saling lapor.
Awalnya, lembaga MUI dan Muhammadiyah mengkoreksi vidio viral AWK dinggap mengandung unsur SARA, sehingga melahirkan sebuah laporan ke Polda Bali maupun Bareskrim Polri dan sedang berproses ke tahap pemeriksaan saksi hingga pelapor di Polda Bali .
Di kutip dari detikbali.com, pada Kamis (18/1/2024) AWK berkelit bahwa penutup kepala bukan jilbab melainkan topi, bahkan AWK sendiri juga melaporkan para caleg ke Bawaslu yang telah menggeruduk kantor DPD Bali, Kamis (4/01).
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Tidak hanya itu, AWK juga melaporkan yang mengaku tokoh Islam dan majelis berada di Bali dengan dalil menyebar fitnah yang di anggap mengganggu kinerjanya sebagai DPD.
Sementara di kalangan umat Hindu, sosok AWK sering viral dan belum ada jalan penyelesaian di internal umat Hindu Bali, belakangan ini terjadi viral lagi dengan umat muslim yang ada di Bali.
Seorang pejabat politik alat kontrolnya adalah rakyat secara mutlak, apa lagi jabatan politik anggota Dewan Perwakilan Daerah yang dipilih langsung oleh semua golongan di ajang pemilu 2024.
Hak kritik untuk kebijakan bagi para pejabat yang melayani rakyat, harusnya menjadi rambu-rambu bukannya malah mencari kambing hitam dalam kritik atas embel-embel imunitas jabatan dan kekuasaan.
Fungsi DPD untuk mengawasi otonomi daerah yang di atur oleh UU, wajar kritik rakyat adalah kontrol sosial untuk mengawasi fungsi dan kebijakan para pejabat khususnya AWK sejak menjabat DPD RI perwakilan provinsi Bali.
Namun, AWK dalam kasus penutup kepala berkelit topi dan bukan jilbab yang sempat membuat gaduh umat muslim biarlah kepolisian yang memproses, apakah ada pelanggaran hukum ? tergantung alat bukti yang telah di atur di dalam KUHP.*(Fiq)