ifakta.co, NGANJUK – Salah satu instrumen yang dapat digunakan oleh DPR dalam melaksanakan fungsi pengawasan sebagai check and balance dalam pelaksanaan pemerintahan secara konstitusional untuk mengontrol kekuasaan pemerintahan agar tidak terjadi kesewenang – wenangan oleh pemerintah terhadap rakyatnya yaitu dengan menggunakan hak Interpelasi.
Hal ini seperti yang telah dilakukan oleh DPRD Kabupaten Nganjuk, yang secara Difinitif telah memutuskan menggunakan hak Interpelasinya kepada Pemerintah Kabupaten Nganjuk (Bupati).
Rancangan keputusan DPRD tentang hak Interpelasi DPRD itu disahkan dan ditetapkan dalam rapat Paripurna DPRD Kabupaten Nganjuk yang digelar di Ruang Paripurna pada hari Senin 5 April 2021 mulai pukul 11.45 hingga 13.05 Wib.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Rapat Internal DPRD itu dipimpin oleh Wakil Ketua l DPRD Nganjuk H.Ulum Bastomi lantaran Ketua DPRD Nganjuk Tatit Heru Tjahyono berhalangan hadir.Nampak pula Wakil Ketua ll Raditya Harya Yuangga, Wakil Ketua lll Jianto, 41 anggota DPRD dan Sekretaris Dewan beserta Staf.
M.Nur Daeni dari Fraksi PKB menyampaikan hal – hal yang mendasari munculnya usulan hak Interpelasi DPRD perlu dikeluarkan.
“Munculnya hak Interpelasi DPRD Kab. Nganjuk didasari oleh diterbitkannya Perbup No.11 tahun 2021 tentang pengangkatan dan pemberhentian perangkat Desa,” ujar M.Nur Daeni.
Menurutnya, DPRD menilai pengisian perangkat sangat tidak mungkin dilakukan lebih dahulu sebab disejumlah wilayah Kabupaten masih ada Kepala Desa yang kosong diantaranya di Desa Pace Kulon Kecamatan Pace.
“Desa Pace Kulon Kadesnya meninggal sudah hampir satu tahun, namun hingga saat ini belum diisi oleh PAW,” ujarnya.
Termasuk juga kekosongan jabatan Kepala Dinas PMD, Asisten Pemerintahan dan Kesra Pemkab Nganjuk, diannggap berkaitan dengan Perbub No.11 tahun 2021.
Diakhir penyampaiannya Nur Daeni meminta agar usulan Interpelasi itu tidak ditanggapi secara berlebihan.
“Semua tergantung penjelasan Bupati, bila tidak masuk akal nanti akan menjadi bahan pertimbangan /catatan untuk DPRD Kab Nganjuk dalam menentukan langkah kedepannya,” pungkasnya.
Untuk pandangan umum fraksi – fraksi di DPRD Nganjuk secara garis besar menyatakan sikap yang sama yakni menyetujui digulirkannya hak Interpelasi.Seperti penuturan Fraksi PDIP yang disampaikan oleh Mashudi.
“Terkait hak Interpelasi, telah didasari oleh rapat kerja dengan Kepala Dinas PMD serta forum Kades, dari PDIP meminta ketua DPRD merekomendasi terkait penundaan dan pengisian perangkat karena Perbub No.11 yang di Undangkan (25/3/21) dianggap mengingkari kesepakatan dengan DPRD,” tegas Mashudi.
Fraksi PDIP juga mempertanyakan kinerja Bupati terkait Kades Mojoduwur Kec.Ngetos yang tak kunjung dilantik meski putusan MA sudah keluar untuk dilantik.
Sementara itu baik dari fraksi PKB, Hanura, Gerindra, Golkar, DKI, dan Nasdem semua setuju dengan mengangkat tangan mereka dan terlebih dahulu mereka juga menyampaikan pandangan umum fraksi masing – masing.Pada intinya semua pernyataannya senada untuk mendukung Interpelasi.
Sedangkan Wakil Bupati Nganjuk Marhaen Djumadi, pada hari itu mengunjungi kantor DPRD usai cuti dinas selepas menjalani Operasi batu ginjal, diluar ruang rapat Paripurna ia mengatakan maksud kedatangannya.
“Kehadiran saya disini berkaitan dengan informasi yang saya terima dari Media pada (31/3) tentang Paripurna DPRD terkait pembahasan LKPJ yang gagal di gelar karena anggota DPRD walkout,” ungkap kang Marhaen.
Ia mengatakan Kepala Daerah (Bupati) wajib menyampaikan LKPJ karena gagal dilaksanakan, pihaknya kemudian bersurat melalui sekda pada 1 April.
“Selain itu kedatangan saya kesini untuk meminta jawaban Legislatif, intinya kami meminta Paripurna ulang berkaitan dengan LKPJ,” kata Kang Marhaen (sapaan akrabnya).
Menurutnya sesuai UU No.23 tahun 2014 Pasal 71 batas penyampaian LKPJ hingga 3 bulan, memang tanggal 31 Maret sebenarnya hari terakhir.
“Kegagalan Paripurna itu menurut saya karena miss komunikasi antara Bupati dengan DPRD sehingga Paripurna gagal, maka dari itu kami tetap menempuh
[6/4 01:28] Mayang Malang No Baru: jalur formal yaitu memohon kepada Legislatif untuk mengadakan Paripurna ulang yang berkaitan dengan pembahasan LKPJ,” tutur Wabup.
Saat disinggung apabila Dewan melakukan penolakan permohonannya itu, Marhaen menjawab di samping mempunyai hak tapi Dewan juga mempunyai kewajiban yaitu untuk membahas masalah LKPJ.
“Meski secara yuridis tidak ada sanksi hukum nya apabila belum tersampaikan dalam batas waktu 3 bulan, namun kita harus ingat menurut UU No.23 tahun 2014 Pasal 69 disebutkan bahwa setiap Kepala Daerah wajib menyampaikan LKPJ – nya,” jelasnya.
Mengenai hak Interpelasi DPR yang akan digunakan, Marhaen enggan berkomentar.
“Mohon maaf jika mengenai itu saya belum bisa jawab menunggu apa yang akan terjadi nanti karena belum terjadi dan baru wacana,” katanya menutup pembicaraan.
( May/ Hen )