JAKARTA, ifakta.co — Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) berencana mengoptimalkan penggunaan sistem pemungutan suara elektronik atau E-Voting pada pemilihan kepala desa (Pilkades) serentak berikutnya.
“Ketika gelombang Pilkades selanjutnya digelar, Kemendagri akan memaksimalkan penggunaan e-voting di seluruh daerah,” ujar Wakil Menteri Dalam Negeri, Bima Arya Sugiarto dalam forum Proklamasi Democracy Forum yang diselenggarakan Partai Demokrat di Jakarta, Senin (19/5).
Menurut Bima, mekanisme e-voting telah diterapkan di 1.700 desa dan terbukti berjalan aman dan kondusif. Ia menekankan bahwa sistem ini mampu menciptakan pemilu yang adil tanpa intervensi pihak luar.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
“Awalnya banyak yang meragukan. Tapi setelah melihat sistem ini menciptakan level playing field yang adil, semua kandidat mendukung,” jelasnya.
Teknologi e-voting ini dikembangkan dengan dukungan dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN). Sistem tersebut mengandalkan layar sentuh (touch screen) yang kemudian mencetak hasil suara dalam bentuk fisik.
“Pemilih menyentuh layar, hasilnya langsung dicetak. Satu lembar masuk ke kotak suara, satu lagi dibawa pemilih. Prosesnya lancar,” kata Bima.
Selain meningkatkan transparansi, penggunaan e-voting juga dinilai lebih efisien dari segi anggaran.
Perludem Usulkan Penghapusan Ambang Batas Pencalonan Kepala Daerah
Di forum yang sama, Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini, mendorong penghapusan ambang batas pencalonan kepala daerah.
Usulan ini muncul menyusul putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang membatalkan pasal ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold) dalam UU Pemilu.
“Jika di tingkat nasional sudah tidak ada ambang batas, mengapa kepala daerah tetap dikenakan? Padahal keduanya sama-sama eksekutif,” ujar Titi.
Titi juga mengusulkan pemilu nasional dan lokal digelar dengan jeda dua tahun. Menurutnya, pemisahan ini dapat mencegah praktik borong kekuasaan serta menjaga identitas dan penguatan partai politik di tingkat daerah.
“Kami mengusulkan pemilu nasional—Presiden, DPR, dan DPD—dilaksanakan serentak. Sementara dua tahun kemudian, pemilu lokal memilih kepala daerah dan DPRD,” jelasnya
(my/my)