iFAKTA.CO, BOGOR – Pada Rakornas Indonesia Maju Pemerintah Pusat dan Forkopimda, Menreri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menyampaikan kebijakan Kemenko Polhukam dalam mendukung 5 Program Prioritas Pembangunan Nasional. Dikatakan, setidaknya ada empat hal yang akan ditangani.
“Pidato Presiden sudah jelas bagaimana arah kebijakannya, setidaknya ada empat hal yang minta ditangani dengan sebaik-baiknya, yaitu persepsi penegakan hukum kita, karena persepsinya di bawah 50 persen sehingga harus diperbaiki,” ujar Menko Polhukam Mahfud MD di Sentul Internasional Convention Center, Bogor, Jawa Barat, Rabu (13/11/2019).
Kemudian membangun perlindungan hak asasi manusia (HAM) dan menyelesaikan kasus HAM masa lalu, penguatan lembaga penegak hukum, dan masalah radikalisasi.
Menko Polhukam mengatakan, dari keempat permasalahan tersebut dapat dilihat ada dua permasalahan utama yang menghambat kelancaran ekonomi dan investasi. Ia pun meminta agar melibatkan Kepala Daerah dan Unsur Forkopimda dalam menyelesaikannya.
“Pertama masalah substansi aturan hukum dan kedua lembaga penegak hukum,” kata Menko Polhukam Mahfud MD.
Menurut Menko Polhukam, substansi aturan ini kerap menjadi masalah karena dapat menghambat misalnya investasi. Dikatakan, banyak hukum atau aturan perundang-undang yang bertentangan satu sama lain dan juga saling tumpang tindih.
“Omnibus Law ini menyelesaikan masalah hukum dalam satu praktik,” katanya.
Sementara terkait lembaga penegak hukum, Menko Polhukam mengatakan masih adanya perilaku koruptif di lingkungan aparat penegak hukum. Akibatnya, laju pemerintahan menjadi terhambat.
“Laju pemerintahan juga dihambat oleh lembaga-lembaga penegak hukum yang tidak profesional, yang korup,” katanya.
Menko mencontohkan kasus yang selama ini sering terjadi, seseorang yang tidak pernah menjual tanah, tiba-tiba hak kepemilikan tanahnya beralih ke pengembang. Padahal, orang tersebut membayar pajak bumi bangunan setiap tahun dan punya bukti-bukti.
Akan tetapi saat melapor ke pihak kepolisian, orang itu justru diusir dan dituding merampas tanah milik orang lain. Padahal, tanah tersebut adalah tanah turun temurun milik orang tersebut.
“Kasus ini ada juga di Jakarta. Saya bawa itu ke Ketua MA, waktu itu saya Ketua MK masih punya pengaruh, saya bilang, ‘Pak ini ada orang Betawi tanahnya dirampas pengembang, ketika dia lapor polisi tanahnya malah diproses pengadilan masuk penjara’. Dan di MA akhirnya bebas tetapi tidak tahu nasib tanahnya sekarang,” kata Menko Polhukam Mahfud MD.
Selain itu, kata Menko Polhukam, banyak juga putusan hukum yang sudah berkekuatan hukum tetap tetapi tidak bisa dieksekusi. Hal ini disebabkan karena perilaku korupsi.
“Saya ingin supaya perilaku koruptif di lingkungan aparat penegak hukum hilang supaya laju pemerintahan terus berkembang. Sehingga hukum itu tidak tegak, terkesan orang kalau punya masalah hukum takut, misalkan benar jadi salah. Ini tidak sebentar memang, tetapi kalau punya tekad bisa,” kata Menko Polhukam Mahfud MD. (jpp/asep)