ACEH BARAT | ifakta.co – Penolakan masyarakat terhadap aktivitas tambang emas di dalam aliran Krueng Woyla semakin menguat. Mereka khawatir eksploitasi yang dilakukan dua perusahaan di wilayah itu berdampak pada kerusakan lingkungan dan sumber air warga.
Dua perusahaan yang beroperasi yakni KPPA (izin 2010) dan PT MGK (izin 2012). Keduanya disebut melakukan penambangan dengan sistem pengerukan menggunakan kapal di badan sungai yang masuk dalam Kawasan Strategis Nasional (KSN) dan wilayah DAS Krueng Woyla.
Aksi penolakan terbaru digelar warga dari sejumlah gampong di sepanjang Krueng Woyla pada Sabtu, 4 Oktober 2025, di Kecamatan Sungai Mas, Aceh Barat.
Iklan
Sudah Ada Rekomendasi DPRK
Untuk menyuarakan tuntutan, warga membentuk Aliansi Masyarakat Penyelamat Krueng Woyla (AMPKW) yang diketuai Dwi Abdullah Ishak.
AMPKW telah dua kali mengikuti RDP dengan DPRK Aceh Barat, serta mendampingi Pansus Pertambangan DPRK Aceh Barat meninjau lokasi tambang di Gampong Gleeung, Kecamatan Sungai Mas.
“Hasilnya, DPRK Aceh Barat sudah mengeluarkan rekomendasi untuk menghentikan sementara aktivitas penambangan di dalam Krueng Woyla,” kata Dwi Abdullah Ishak, Koordinator AMPKW, kepada awak media.
“Bupati Aceh Barat juga sudah mengeluarkan imbauan. Namun sampai hari ini kami belum melihat adanya surat resmi menindaklanjuti imbauan tersebut. Aktivitas perusahaan tetap berjalan, tidak pernah berhenti,” tegasnya.
Kerusakan Lingkungan Hanya Soal Waktu
Warga menilai aktivitas pengerukan berisiko merusak sedimen sungai, mengganggu ekosistem air, dan mengancam sumber penghidupan masyarakat sekitar.
“Kalau dibiarkan, kerusakan Krueng Woyla itu hanya soal waktu, dan dampaknya akan kami tanggung selamanya,” ujar Dwi.
Karena itu, masyarakat meminta Gubernur Aceh segera mencabut izin operasi perusahaan yang melakukan penambangan di badan sungai tersebut.
(min)



