JAKARTA, ifakta.co – Kampung Boncos, sebuah kawasan kecil yang terletak di Kelurahan Kota Bambu Selatan, Palmerah, Jakarta Barat, telah lama dikenal sebagai salah satu titik rawan peredaran dan penyalahgunaan narkotika di Ibu Kota.
Meskipun secara geografis berada di tengah hiruk pikuk kota metropolitan, Boncos menyimpan sisi gelap yang mencerminkan kegagalan penanganan sosial dan ekonomi secara menyeluruh.
Asal muasal nama “Boncos” sendiri masih menjadi misteri. Namun, dalam bahasa Betawi, istilah “boncos” sering diasosiasikan dengan sesuatu yang gagal atau tidak berhasil, yang ironisnya menggambarkan realita sosial di kawasan ini.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Sejak dekade 1990-an, Kampung Boncos mulai mendapat stigma sebagai sarang narkoba, seiring maraknya peredaran sabu-sabu dan putaw yang menjalar melalui gang-gang sempit di area tersebut.
Kampung Boncos pernah menjadi simbol kegagalan negara dalam memutus mata rantai peredaran narkoba. Lokasi ini dikenal sebagai tempat “aman” bagi para pengguna dan pengedar karena sulitnya aparat menembus labirin gang sempit serta adanya jaringan perlindungan sosial yang menyulitkan penegakan hukum. Anak-anak tumbuh di tengah lingkungan yang sarat dengan aktivitas ilegal. Generasi muda banyak yang terjebak, menjadi pecandu atau bahkan pelaku kriminal sejak usia dini.
Pemerintah dan aparat keamanan sebenarnya tidak tinggal diam. Berbagai razia dan operasi gabungan telah dilakukan berkali-kali. Namun, seperti memadamkan api dengan air dalam keranjang, peredaran narkoba di Kampung Boncos seolah tak pernah benar-benar padam.
Setiap kali penggerebekan dilakukan, para pelaku seolah telah bersiap. Sistem peringatan dini antarwarga membuat banyak upaya penertiban hanya menyentuh permukaan tanpa membongkar akar masalah.
Masalah utama yang menjadi akar dari berbagai permasalahan di Kampung Boncos adalah kemiskinan struktural dan ketimpangan sosial.
Minimnya akses terhadap pendidikan yang layak, lapangan pekerjaan, serta lingkungan yang sehat menjadikan masyarakat setempat terperangkap dalam siklus putus asa. Dalam situasi seperti itu, narkotika bukan hanya sebagai pelarian, melainkan juga sumber penghasilan.
Meski sejarah kelam masih membayangi, harapan untuk perubahan tetap ada. Beberapa LSM, tokoh masyarakat, serta inisiatif warga mulai tumbuh untuk menyelamatkan generasi muda dan memperbaiki citra kampung ini. Edukasi, pelatihan kerja, dan rehabilitasi menjadi langkah kecil yang perlahan-lahan mulai menggeliat.
Kampung Boncos adalah cermin dari realitas yang sering terpinggirkan dalam narasi pembangunan Jakarta. Sejarah kelamnya bukan hanya kisah tentang narkoba, tetapi juga tentang kegagalan sistemik dan kompleksitas sosial yang perlu ditangani secara menyeluruh.
Membawa perubahan ke tempat seperti Boncos bukan hanya soal razia dan aparat, melainkan tentang membangun kembali harapan, dari dasar yang selama ini diabaikan.
(Akbar)