iFAKTA.CO, JAKARTA – Anggota DPR RI Al Muzzammil Yusuf meminta agar Pasal mengenai penghinaan terhadap Presiden dan Wakil Presiden yang termaktub Rancangan Undang-Undang (RUU) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) untuk dicabut. Hal tersebut disampaikannya dalam Rapat Paripurna ke-XI Masa Persidangan 1 Tahun Sidang 2019-2020 di Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (26/9/2019).
“Fraksi PKS pada kesempatan kali ini akan mengusulkan, terkait RUU KUHP Pasal 218, Pasal 219, Pasal 220 mengenai penyerangan kehormatan dan harkat martabat Presiden dan Wakil Presiden dicabut,” usul politisi dapil Lampung I itu.
Beberapa alasan dikemukakan Al Muzzammil terkait permintaan pencabutan beberapa pasal tersebut, pertama, berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 13/2006, Nomor 6/2007 yang mencabut Pasal 134, 136, 137 serta Pasal 154 dan 155 KUHP terkait dengan penghinaan Presiden. Pertimbangan MK itu menimbulkan ketidakpastian hukum karena sangat rentan pada tafsir apakah suatu protes pernyataan pendapat ataupun pikiran merupakan kritik atau penghinaan terhadap Presiden dan atau Wakil Presiden.
Kedua, lanjutnya, adanya Pasal penghinaan tersebut telah mengancam sangat serius terhadap kebebasan pers, media massa sebagai pilar keempat demokrasi ketika mereka mengkritisi kebijakan Presiden atau Wakil Presiden (Wapres) yang dinilai merugikan hak-hak warga sipil.
“Presiden dan Wapres telah mendapatkan hak prerogatif yang luas sebagai pemerintah maka seharusnya siap untuk dikoreksi oleh warganya. Sebab jika tidak, berpotensi akan melahirkan kekuasaan otoriter, sakralisasi terhadap insitusi kepresidenan,” tandasnya.
Yang menjadi alasan ketiga untuk dicabutnya Pasal penghinaan terhadap Presiden dan Wapres yang disampaikan Muzzammil yaitu Pasal penghinaan Presiden akan berpotensi menambah turunnya indeks demokrasi Indonesia pada era kepemimpinan Presiden Joko Widodo.
“Menurut BPS (Badan Pusat Statistik), hak-hak politik turun 0,84 poin pada 2017-2018, begitu pula hak sipil turun 0,29 poin pada 2017-2018. Penurunan hak politik dan aspek kebebasan sipil ini merupakan indikasi dari melemahnya nilai demokrasi Indonesia,” pungkas politisi dapil Lampung I itu. (erism)