Muara Enim – ifakta.co , Aksi pemblokiran jalan umum yang dilakukan oleh sekelompok orang yang menamai diri sebagai Organisasi Masyarakat Lembaga Anti Korupsi Republik Indonesia (Ormas Lakri) Sumatera Selatan di Talang Gerohong Wilayah Desa Bedegung, Kecamatan Panang Enim, Kabupaten Muara Enim beberapa hari lalu, dilaporkan kuasa hukum PT Pertamina Geothermal Energy Area Lumut Balai Semendo ke SPKT Polres Muara Enim.
Pernyataan ini disampaikan langsung oleh Arwin Tino, S.H., M.H., di Kantor Hukum Defender of Justice yang beralamat di Jalan Ahmad Yani No 40, Kelurahan Pasar II Kabupaten Muara Enim, Kota Muara Enim. Senin, (17/03/2025).
Arwin mengaku, aksi pemblokiran jalan tersebut telah mengakibatkan PT Pertamina Geothermal Energy (PGE) Area Lumut Balai Semendo kliennya mengalami kerugian sebesar Rp.13.714.512.000,- (tiga belas miliar tujuh ratus empat belas juta lima ratus dua belas ribu rupiah), karena terhentinya aktivitas perusahaan.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Dikutip dari laman berita online dengan judul berita ‘LAKRI Sumsel, Ada Apa Dengan Sekda Kab Muara Enim…??? Mungkinkah Terlibat Persekongkolan Jahat untuk Merampok Keuangan Negara’ dalam narasi disebutkan bahwa aksi pemblokiran jalan di Talang Gerohong diinisiasi oleh Ormas Lakri Sumsel tersebut didasari karena ketidak puasan atas keputusan mediasi yang belum menemukan kesepakatan.
Dia menilai, tuntutan Ormas Lakri Sumsel dan oknum masyarakat Desa Bedegung yang meminta PT Pertamina Geothermal Energy Lumut Balai berserta sub kontraktor membuka jalan khusus untuk mobilisasi material dan peralatan pembangunan proyek PLTP, memperbaiki jalan rusak akibat aktifitas mobilisasi kendaraan perusahaan PLTP, dampak mobilisasi material dan peralatan telah merugikan masyarakat, perusahaan tidak memprioritaskan tenaga kerja lokal, serta memerintahkan PT Pertamina Geothermal Energy Lumut Balai membagikan dana CSR dan bonus produksi untuk kesejahteraan masyarakat, tuntutan tersebut tidak sesuai realitas dan urgensi.
“Tuntutan tersebut tidak sesuai urgensi. Ini bukan tentang persoalan keluhan masyarakat, sejauh ini tidak ada masyarakat yang dirugikan baik itu oleh perusahaan ataupun pemerintah daerah. Kemarin rapat mediasi di Pemda ormas ini diusir oleh Sekda, karena memang tidak ada kepentingannya dalam rapat,” kata Arwin kepada wartawan.
Menurut pandangan yurudis, aksi pemblokiran jalan umum tanpa izin menggunakan batu, pohon, ban bekas, atau benda lain dapat dikenai pidana 9 tahun penjara ataupun denda.
” Perbuatan ini melanggar ketentuan Pasal 192 ayat (1). Kemarin kita sudah mendatangi SPKT Polres Muara Enim, membuat laporan polisi,” imbuhnya.
Dia menyebut, tindakan Ormas Lakri Sumsel beberapa hari lalu adalah sebuah aksi premanisme Organisasi Masyarakat dan oknum masyarakat yang menjadi salah satu contoh biang kerok kegagalan investasi di Indonesia.
Terlebih dia mengatakan, Organisasi Masyarakat (Ormas) mempunyai kewajiban untuk melaksanakan kegiatan sesuai dengan tujuan organisasi, dalam menjaga persatuan dan kesatuan bangsa serta keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan memelihara nilai agama, budaya, moral, etika, norma kesusilaan, serta menjaga ketertiban umum untuk menciptakan kedamaian dalam masyarakat yang bertujuan memberikan manfaat untuk masyarakat.
Namun, kewajiban ormas tersebut menurutnya telah dilanggar oleh oknum anggota Ormas Lakri Sumsel dengan melakukan aksi pemblokiran jalan yang membuat keresahan dan ketidak nyamanan ditengah masyarakat.
Ormas Lakri Sumsel melakukan pelanggaran terhadap kewajiban ormas sebagaimana diatur dalam Pasal 21 huruf c dan d Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan yang ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2017 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang perubahan Atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan Menjadi Undang-Undang Ormas (UU Ormas), yaitu melanggar kewajiban untuk memelihara nilai agama, budaya, moral, etika, dan norma kesusilaan dalam memberikan manfaat untuk masyarakat serta melanggar kewajiban menjaga ketertiban umum untuk menciptakan kedamaian dalam masyarakat.
“Ormas tersebut dapat dijerat sanksi administratif sebagaimana diatur dalam Pasal 61 ayat (1) jo. Pasal 60 ayat (1) UU Ormas, berupa sanksi peringatan tertulis, penghentian kegiatan, dan atau pencabutan surat keterangan terdaftar atau pencabutan status badan hukum,” sambungnya.
Sedangkan apabila ormas tersebut melakukan tindakan kekerasan, mengganggu ketenteraman dan ketertiban umum, atau merusak fasilitas umum, dan fasilitas sosial sebagaimana diatur dalam Pasal 60 ayat (2) jo. Pasal 59 ayat (3) huruf c UU Ormas, maka ormas tersebut dapat dijatuhi sanksi administratif berupa pencabutan surat keterangan terdaftar oleh Menteri Dalam Negeri bagi ormas yang tidak berbadan hukum atau pencabutan status badan hukuman oleh Menteri Hukum dan HAM akan berakibat ormas tersebut bubar.
Selain itu, anggota atau pengurus ormas tersebut juga dapat dijerat sanksi pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 82A ayat (1) UU Ormas.
“Setiap orang yang menjadi anggota dan atau pengurus ormas yang dengan sengaja dan secara langsung atau tidak langsung melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 ayat (3) huruf c dan huruf d dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 1 (satu) tahun,” pungkasnya.