APH Harus Selektif Gunakan Pasal Pemberat UU ITE

- Jurnalis

Senin, 8 Juni 2020

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Ilustrasi

JAKARTA – Pasal 36 Jo. Pasal 51 ayat (2) UU No. 11 tahun 2008 tentang Informasi Transaksi Elektronik (ITE) tidak sempat menjadi perhatian DPR RI saat merevisi UU tersebut.

Konsentrasi Komisi I DPR RI pada Maret 2016 tertuju pada Pasal 27 ayat (3) Jo. Pasal 45 ayat (1). Sepuluh fraksi sepakat pasal ini harus menjadi perhatian.

Alasannya, delapan tahun UU itu berlaku terdapat 138 kasus yang dilaporkan. Meski sifatnya delik aduan Aparat Penegak Hukum (APH) dapat menahannya.

Itu lantaran Pasal 27 ayat (3) Jo. Pasal 45 ayat (1) UU No. 11 tahun 2008 tentang ITE ancamannya enam tahun penjara dan atau denda sebesar-besarnya Rp 1 miliar.

Pasal 21 ayat (4) KUHAP memang memberikan kewenangan kepada APH untuk melakukan penahanan pada kasus delik aduan yang ancamannya di atas lima tahun.

Mahkamah Konstitusi (MK) meski menolak penghapusan Pasal 27 ayat (3) Jo. Pasal 45 ayat (1), namun menetapkan penghinaan dan atau pencemaran nama baik pada kasus ini delik aduan.

Penerapan pasal ini juga harus diselaraskan dengan pasal pada KUHP. Penghinaan pada KUHP diberikan kesempatan membuktikan bahwa yang dilakukan untuk kepentingan umum atau membela diri sesuai Pasal 310 ayat (3).

Saat DPR RI mengumpulkan masukan masyarakat terdapat tiga opsi terhadap Pasal 27 ayat (3) Jo. Pasal 45 ayat (1) sebagai berikut ;

1. Pasal 27 ayat (3) Jo. Pasal 45 ayat (1) tetap dipertahankan untuk efek jerah pengguna media elektronik.
2. Pasal 27 ayat (3) Jo. Pasal 45 ayat (1) dihapuskan karena sudah diatur Pasal 310 dan 311 KUHP serta menghambat kemerdekaan berpendapat.
3. Pasal 27 ayat (3) masih diperlukan karena platform elektronik belum ada pada KUHP, namun ancamannya harus diturunkan di bawah lima tahun. Hal ini untuk menghilangkan kewenangan APH melakukan penahanan.

Pilihan jatuh pada opsi ketiga, namun sayangnya Pasal 36 Jo. 51 ayat (2) tak turut direvisi. Padahal pasal ini dapat menjadi pemberat pada Pasal 27, termasuk ayat (3).

Kami berharap APH selektif gunakan Pasal 36 sebagai pemberat khususnya pada Pasal 27 ayat (3). Jangan sampai maksud dan tujuan revisi UU ITE yang dilakukan DPR RI dan pemerintah tak bermakna karena tersangka bisa ditahan sebelum adanya putusan tetap. ■

Pointer Webiner Minggu, 7 Juni 2020 Pukul 21.00 – 22.30 wib.
Pemateri: Ahli Pers, Drs. Kamsul Hasan, SH., MH.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Berita Terkait

Utak-atik Etik
Wijayanto Samirin, Analisis Pasca Pemilu: Momen Penentu Bagi Indonesia
Peran Pendidikan Politik Harus Mulai Diseriusi
AWK Berkelit Kasus Penutup Kepala itu Topi
Ahli Pers Drs. Kamsul Hasan, SH.,MH: UKW dan KKNI, Apa yang Membedakan?
Penyebab dan Dampak Konflik Israel-Palestina pada Oktober 2023
Tumpang Tindih UU No.37/2004 tentang PKPU dan Kepailitan dengan Hak Eksekutorial
Bongkar Transaksi 300 T, Romo Benny Sebut Mahfud MD Gunakan Politik Ilahi

Berita Terkait

Kamis, 30 Mei 2024 - 14:20 WIB

Utak-atik Etik

Kamis, 21 Maret 2024 - 15:30 WIB

Wijayanto Samirin, Analisis Pasca Pemilu: Momen Penentu Bagi Indonesia

Jumat, 19 Januari 2024 - 14:31 WIB

Peran Pendidikan Politik Harus Mulai Diseriusi

Jumat, 19 Januari 2024 - 11:16 WIB

AWK Berkelit Kasus Penutup Kepala itu Topi

Selasa, 12 Desember 2023 - 11:12 WIB

Ahli Pers Drs. Kamsul Hasan, SH.,MH: UKW dan KKNI, Apa yang Membedakan?

Berita Terbaru

Olahraga

Persikota Launching Para Pemain dan Jersey

Sabtu, 7 Sep 2024 - 19:32 WIB

Ekonomi & Bisnis

Nekat, Industri Rumahan Diduga Palsukan Merek Sepatu Ternama

Jumat, 6 Sep 2024 - 20:05 WIB

Eksplorasi konten lain dari ifakta.co

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan membaca