JAKARTA, ifakta.co – Kepala Departemen Penyidikan Sektor Jasa Keuangan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Tongam L. Tobing akan mempidanakan Debt Collector dari pelaku usaha jasa keuangan (PUJK) yang melakukan penagihan dengan cara mengancam hingga kekerasan.
Tongam mengatakan, tidak main-main dalam hal ini ancaman penjaranya paling lama 10 tahun penjara hingga denda Rp 250 miliar.
“Contoh kasus perilaku petugas penagihan, contohnya ada peminjaman pinjol, P2P lending, perjanjian kredit karena belum membayar, dia melakukan penagihan secara agresif kata kasar, ancaman dan lain-lain yang tidak sesuai dengan kode etik, ini bisa dipidana berdasarkan pada pasal 306 P2SK tadi,” kata Tongam saat seminar bertajuk ‘Mengenal Lebih Jauh Pengaturan UU P2SK Penguatan Literasi, Inklusi, dan Pelindungan Konsumen. secara virtual, Kamis (23/11/2023)
Tongam menjelaskan, pasal 306 itu mengatur, jika pelaku usaha sektor keuangan (PUSK) melakukan pelanggaran dalam penagihan hingga memberikan informasi yang salah kepada nasabah akan dipidana penjara paling singkat 2 tahun dan paling lama 10 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 25 miliar dan Rp 250 miliar.
Sementara itu, Kelapa Departemen Pengawasan Perilaku Pelaku Usaha jasa Keuangan OJK Bernard Widjaja menerangkan bukan hanya penindakan yang akan dilakukan kepada pinjol-nya atau PUJK, tetapi pihak ketiga yang melakukan penagihan (debt collector) juga bisa dipidana.
“(Tidak hanya PUJK yang disanksi) debt collector juga pihak ketiga itu, kita minta pelaku usaha menindak terhadap debt collector, dan kami melakukan penindakan kepada PUJK,” jelasnya.
Karena berdasarkan aturan yang ditentukan, proses penagihan oleh PUJK atau debt collector-nya memiliki batasan. Misalnya, waktu penagihan yang dibatasi sampai jam 8 malam.
“Kalau penagihan setengah 10 malam datang, sampai memaksa bersangkutan itu membuat video bahwa harus berjanji membayar dengan cara dalam videonya, itu etiknya nggak boleh,” terangnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT