ifakta.co, JAKARTA – Sulitnya mencari keadilan hukum di negeri ini. Hukum jadi panglima dan keadilan segala-galanya. Konsep pemisahan kekuasaan negara menempatkan yudikatif sebagai penjamin implementasi keadilan hukum bagi rakyat Indonesia tanpa pandang kasta.
Akan tetapi fakta yang terjadi kepastian hukum makin hari semakin tidak menentu, keadilan yang segala-galanya semakin jauh dari harapan.
Ahli hukum pidana Dr. Dwi Seno Wijanarko, SH MH, CPCLE, dalam keterangannya mengatakan, Indonesia disepakati para founding father sebagai negara hukum. Hukum itu sendiri menurutnya menjadi panglima demi keadilan.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
“Kebenaran adalah hal segala-galanya untuk tercapainya hukum yang luhur yaitu keadilan,” ucap Dosen Sekolah Tinggi Hukum Painan kepada ifakta.co, Selasa (25/5/2021).
Sangat miris melihatnya kadang suatu sajian permainan hukum sering dilihatnya tidak ada kebenaran dalam hukum itu sendiri.
Azas Equality Before The Law
Lebih lanjut ia memaparkan, penegak hukum di Indonesia menerapkan azas equality before the law alias semua orang sama di depan hukum, tanpa kecuali.
Konsekuensi kata dia, logisnya yudikatif mesti berdiri independen dan tampil suci agar bisa adil dan bijaksana. Dimana hukum itu sendiri tidak berpegang pada prinsip kebenaran dan keadilan, pastinya hukum itu sendiri sudah mengangkangi salah satu idiologi pancasila.
“Tanpa landasan pancasila, penegakkan hukum dan konstitusi akan menghadapi kendala, sehingga menghambat tujuan pendirian dan penyelenggaraan negara untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur,” imbuhnya.
Pancasila menurut dia sebagai sumber hukum merupakan dasar hukum yang tertinggi yang berada diatas perundang-undangan, itulah arti kebenaran dan keadilan untuk masyarakat Indonesia.
Berjuang untuk mendapatkan suatu keadilan, pasti akan sulit untuk diperjuangkan dikarenakan prinsip-prinsip hukum yang berjalan.
Dalam pandangannya tidak adanya kepastian hukum yang adil dan bijaksana atas dasar hukum itu sendiri dan satu hal yang pasti, Tuhan pasti tahu bahwa sudah berbagai usaha yang telah dilakukan perjuangan untuk melawannya.
“Kapolri pernah berkata presi hukum di negeri ini tampaknya tumpul keatas dan tajam menghujam kebawah. Hukum di negeri ini rasanya terus berjalan layaknya permainan dan sandiwara, yang salah bisa jadi benar, ataupun sebaliknya dan sekalipun rakyat menagih kebenaran,” katanya.
Sedangkan dalam fit and proper test ini, Komjen Pol Listyo Sigit Prabowo memaparkan visi dan misinya yang telah dia rangkum dalam sebuah makalah berjudul ‘Transformasi Menuju Polri yang Presisi’.
” Kapolri pernah menyinggung tentang kondisi hukum yang sering kali menjadi kritikan di masyarakat,” katanya.
Kapolri juga menyebutkan bahwasanya, ada hal yang perlu diperbaiki dalam hal penegakkan hukum oleh Kepolisian Republik Indonesia.
“Ke depan Listyo Sigit Prabowo berjanji bahwa hukum tidak boleh tajam ke bawah dan tumpul ke atas,” imbuhnya.
Apakah sudah berjalan? pastinya belum, apalagi terkait perkara yang sedang ditanganinya oleh LQ Indonesia Lawfirm selaku kuasa hukum para korban Koperasi Indosurya, yang mana dirinya menilai 100 hari pertama Kapolri gagal memenuhi janjinya.
“Hukum tajam ke atas belum terlaksana dengan baik.” Pungkas Dr. Seno. ■