DENMARK, ifakta.co – Gerakan Aceh Merdeka (GAM) yang bermarkas di Kopenhagen, Denmark, menyampaikan keprihatinan mendalam atas bencana ekologi berupa banjir besar dan tanah longsor yang melanda Aceh serta sejumlah wilayah di Sumatra Utara dan Sumatra Barat. Bencana tersebut dinilai telah berkembang menjadi krisis kemanusiaan yang membutuhkan perhatian dan kolaborasi internasional.
Dalam pernyataan video yang dirilis dari Kopenhagen pada 13 Desember 2025, Pimpinan GAM Johan Makmor menyampaikan belasungkawa kepada para korban bencana. Ia menyoroti meningkatnya risiko kesehatan di wilayah terdampak akibat kondisi pengungsian yang padat, keterbatasan air bersih, serta sanitasi yang belum memadai.
Menurut Johan, situasi tersebut berpotensi memicu penyebaran penyakit menular apabila tidak ditangani secara menyeluruh dan terkoordinasi.
Iklan
Selain persoalan kesehatan, ia menilai rangkaian banjir dan longsor yang terjadi di Aceh dan kawasan Sumatra berkaitan erat dengan degradasi lingkungan serta pengelolaan sumber daya alam yang belum berkelanjutan.
Johan menyebut dampak paling berat dirasakan langsung oleh masyarakat Aceh, mulai dari kehilangan tempat tinggal, terganggunya mata pencaharian, hingga ancaman krisis kemanusiaan berkepanjangan.
Kondisi ini, kata dia, memerlukan pendekatan yang lebih luas dari sekadar respons darurat.
Dalam konteks tersebut, GAM memandang keterlibatan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Uni Eropa (UE), serta organisasi internasional dan lembaga non-pemerintah global sebagai bagian penting dari upaya kemanusiaan.
GAM juga mencermati adanya laporan mengenai kendala yang dihadapi komunitas internasional dan NGO global dalam menyalurkan bantuan ke wilayah Aceh.
Johan menilai perhatian internasional terhadap kelancaran akses bantuan dapat membantu memastikan respons bencana berlangsung lebih cepat, terkoordinasi, dan efektif. Meski demikian, ia menegaskan bahwa GAM tetap menghormati kewenangan Pemerintah Indonesia dalam mengoordinasikan penanganan bencana di wilayahnya.
Menurutnya, situasi darurat yang tengah berlangsung membutuhkan pendekatan kolaboratif yang berorientasi pada penyelamatan nyawa, pemulihan sosial-ekonomi, serta rehabilitasi lingkungan.
Kerja sama internasional dinilai dapat memperkuat kapasitas respons, baik pada fase tanggap darurat maupun pemulihan jangka menengah dan panjang.
Lebih lanjut, Johan menegaskan komitmen GAM untuk tetap menjunjung tinggi Nota Kesepahaman (MoU) Helsinki sebagai fondasi perdamaian di Aceh.
Meski tidak secara khusus mengatur bantuan kebencanaan, semangat MoU Helsinki dinilai menekankan prinsip kepercayaan, keterbukaan, dan kolaborasi konstruktif antara Aceh, Indonesia, dan masyarakat internasional.
Di akhir pernyataannya, Johan mengajak seluruh pihak memandang situasi ini semata-mata dari sudut pandang kemanusiaan, terlepas dari kepentingan politik apa pun.
Ia berharap langkah-langkah pencegahan yang kuat dan berkelanjutan dapat segera diperkuat agar risiko bencana serupa tidak kembali terulang, serta keselamatan dan kesejahteraan masyarakat Aceh dan kawasan Sumatra dapat terjaga bagi generasi mendatang.
(Amin)



