BEIJING, ifakta.co – Pemerintah Tiongkok pada hari Selasa mengumumkan serangkaian inisiatif baru yang bertujuan untuk meningkatkan impor sebagai upaya mempromosikan citra dirinya sebagai “peluang pasar yang sangat besar” bagi dunia. Pengumuman ini muncul di tengah kritik internasional yang kian meningkat terhadap dinamika perdagangan China.
Langkah ini diambil pada saat Tiongkok terus mencatatkan surplus perdagangan yang signifikan dengan banyak negara, termasuk yang menjadi sumber utama ketegangan, terutama Amerika Serikat.
Menurut data terbaru, pasokan barang manufaktur China ke pasar global terus melonjak. Meskipun demikian, kontribusi Tiongkok terhadap permintaan global melalui impor jauh lebih kecil, dengan angka pertumbuhan impor yang stagnan.
Iklan
Para ekonom menyoroti bahwa dinamika perdagangan yang tidak seimbang ini menciptakan dua Surplus perdagangan yang terus membesar ini menjadi inti dari perselisihan, terutama dengan Washington, yang menuduh Beijing melakukan praktik perdagangan yang tidak adil. Para mitra dagang menuntut agar Tiongkok membuka pasarnya lebih luas dan menyeimbangkan arus barang.
Di dalam negeri, kurangnya pertumbuhan impor menunjukkan permintaan domestik yang lemah. Hal ini, dikombinasikan dengan kapasitas produksi yang berlebihan (surplus ekspor), meningkatkan tekanan deflasi, yang dapat menghambat pemulihan ekonomi Tiongkok.
Upaya Menyeimbangkan Perdagangan Inisiatif yang diumumkan oleh Beijing berjanji untuk menyederhanakan prosedur bea cukai, memberikan dukungan finansial bagi importir, dan secara aktif mencari barang dan jasa asing yang dapat memenuhi kebutuhan konsumen China yang terus berkembang.
”Kami akan meningkatkan impor produk-produk berkualitas tinggi dan mendorong partisipasi aktif perusahaan global di pasar Tiongkok. Ini adalah komitmen kami untuk pembangunan yang terbuka dan inklusif,” ujar seorang juru bicara kementerian perdagangan.
Namun, beberapa kritikus dan mitra dagang skeptis terhadap pengumuman ini.
Mereka berpendapat bahwa selama Tiongkok tidak mengatasi masalah struktural seperti subsidi negara yang masif terhadap industri manufaktur dan hambatan non-tarif bagi perusahaan asing, inisiatif ini mungkin hanya bersifat kosmetik dan tidak akan cukup untuk menyeimbangkan neraca perdagangan global secara substansial.
Investor dan pelaku pasar global akan mencermati seberapa efektif inisiatif baru ini dalam menahan laju pertumbuhan surplus perdagangan Tiongkok dan apakah hal ini dapat meredakan ketegangan dagang yang terus membayangi hubungan Beijing dengan Amerika Serikat dan negara-negara maju lainnya. (Jo)


