JAKARTA, ifakta.co — Dugaan keterlibatan oknum aparat dalam bisnis obat keras ilegal di wilayah hukum Polres Metro Jakarta Selatan makin terbuka lebar. Seorang pengedar pil koplo. di kawasan Lenteng Agung, Jagakarsa, berinisial A (30), mengaku rutin menyetor uang bulanan kepada oknum polisi agar usahanya aman dari razia.
“Kalau nggak setor tiap bulan, pasti kami ditangkep, Bang,” ujar A kepada ifakta.co, Jumat (4/10). Ia bahkan mengaku surat konfirmasi dari media yang bocor ke tangan para penjual berasal dari polisi narkoba di wilayah tersebut.
Pengakuan serupa datang dari pemilik toko obat di Jalan Menteng Atas No. 21, Pasar Manggis, Setiabudi, Jakarta Selatan. Ia terang-terangan menyebut praktik “upeti” bulanan sudah menjadi rahasia umum di kalangan penjual pil koplo.
Iklan

“Setiap bulan pasti ada jatah buat aparat, biar aman jualannya,” ujarnya blak-blakan.
Lebih mengejutkan lagi, seorang penjual di kawasan Bukit Duri Tanjakan menyebut toko tempatnya bekerja merupakan milik oknum dari Mabes Polri.
“Saya cuma jaga toko, Bang. Bos saya inisial ‘S’, dari Mabes Polri,” katanya saat ditemui ifakta.co pada pekan lalu.
Menurut sumber ifakta.co, besar setoran bulanan untuk level Polres mencapai Rp3 juta, sementara untuk Polsek juga ada jatah tersendiri.
“Sekarang setoran tiga juta, Bang, buat Polres. Selain itu Polsek juga kita kasih,” ungkapnya.
Praktisi hukum Rinto Agus Hartoyo menilai pengakuan ini merupakan tamparan keras bagi institusi Polri.
“Pimpinan Polri harus turun tangan. Jangan sampai oknum di lapangan justru jadi bagian dari jaringan peredaran obat keras ilegal. Kasus ini harus diusut sampai ke akar,” tegas Rinto kepada ifakta.co, Sabtu (5/10).
Hingga berita ini diturunkan, Polres Metro Jakarta Selatan belum memberikan tanggapan resmi.
Namun berdasarkan pantauan ifakta.co pada Sabtu malam (4/10), sejumlah toko obat di kawasan Jakarta Selatan masih bebas menjual pil koplo kepada siapa pun tanpa izin edar.
Kasus ini kini dikabarkan sudah ditangani oleh Divisi Propam Mabes Polri.
Masyarakat mendesak pengusutan dilakukan secara transparan, terutama terkait dugaan keterlibatan oknum aparat dalam melindungi bisnis haram tersebut.
(sb-lex)