Washington, ifakta.co – Pemerintah Amerika Serikat dilaporkan tengah mengadakan diskusi internal mengenai kemungkinan penggunaan kapal pemecah es bertenaga nuklir milik Rusia guna mendukung pengembangan proyek gas alam dan LNG di Alaska. Langkah ini mencuat sebagai bagian dari upaya memperkuat infrastruktur energi sekaligus menjajaki kesepakatan strategis yang berpotensi kontroversial di tengah ketegangan geopolitik kedua negara.
Sumber yang mengetahui pembahasan tersebut menyebutkan bahwa ide ini muncul karena keterbatasan armada pemecah es milik AS yang dianggap tidak mencukupi untuk mendukung aktivitas eksplorasi dan distribusi energi di kawasan Arktik. Sementara itu, Rusia diketahui memiliki salah satu armada pemecah es nuklir terbesar di dunia yang sudah beroperasi selama beberapa dekade, terutama di jalur maritim Kutub Utara.
Iklan
“Diskusi ini masih berada di tahap awal dan belum ada keputusan final. Namun, opsi kerja sama terkait penggunaan pemecah es Rusia menjadi salah satu skenario yang dipertimbangkan,” ungkap seorang pejabat yang enggan disebutkan namanya.
Potensi kerja sama ini dinilai dapat mempercepat pengiriman peralatan, memfasilitasi transportasi LNG dari Alaska melalui jalur laut yang tertutup es, sekaligus memperkuat posisi AS sebagai pemasok energi global. Namun, rencana tersebut juga menuai skeptisisme, mengingat hubungan Washington–Moskow masih dibayangi isu keamanan, sanksi ekonomi, serta konflik geopolitik di berbagai kawasan.
Sejumlah pengamat menilai bahwa meski kerja sama semacam ini bisa membawa manfaat ekonomi, risiko politik dan strategis yang melekat akan menjadi tantangan besar. “Setiap bentuk kolaborasi dengan Rusia, terutama dalam sektor energi dan infrastruktur strategis, tentu akan memicu perdebatan di Kongres maupun publik AS,” kata analis energi independen di Washington.
Pemerintah AS sendiri belum memberikan pernyataan resmi mengenai diskusi internal ini. Namun, jika terealisasi, kesepakatan tersebut berpotensi menjadi salah satu titik balik dalam hubungan energi antara dua kekuatan besar dunia, sekaligus memperlihatkan bahwa faktor pragmatisme energi dapat melampaui rivalitas geopolitik. (Jo)