TANGERANG SELATAN, ifakta.co – Proses Penerimaan Peserta Didik Baru atau PPDB 2024 terus menjadi sorotan. PPDB kali ini tetap tersoroti berbagai kecurangan.
Kecurangan tersebut telah ditemukannya dugaan praktik jual beli bangku kosong di sekolah SMA Negeri di Tangerang Selatan, saat proses PPDB berlangsung.
Adapun, jual beli kursi tersebut diduga melibatkan oknum sekolah dengan tarif variatif per kursinya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Menurut Ketua Perkumpulan Advokat Betawi (PADI) Tangsel Jaka Syahroni, berdasarkan informasi yang didapatkan di lapangan bahwa ada sekolah SMA Negeri di Kota Tangerang Selatan, yaitu SMA Negeri 7 Tangsel, yang telah kedapatan adanya dugaan praktik terselubung jual beli bangku.
“Ada dugaan indikasi praktik terselubung jual beli bangku yang mencederai prinsip keadilan dan transparansi yang seharusnya dijunjung tinggi dalam proses pendidikan. (Modusnya) ada kesengajaan dari tiap sekolah negeri menambah jumlah kuota siswanya. Namun pada akhirnya, setelah masuk sekolah, ternyata kuotanya melebihi kapasitas batas rombel, dan bahkan ada yang melalui jalan pintas tanpa ikut PPDB namun namanya masuk, dan mengganti nama siswa lain yang seharusnya relevan untuk masuk,” jelas Jaka Syahroni saat ditemui ifakta.co, di bilangan Tangerang Selatan. Selasa, (30/7/2024).
“PPDB seharusnya dijalankan dengan penuh integritas. Setiap siswa berhak mendapatkan kesempatan yang adil untuk masuk ke sekolah negeri tanpa harus terhalang oleh praktek-praktek kotor semacam ini,” tegasnya.
Namun, Jaka mengaku sangat prihatin atas kondisi yang saat ini terjadi. Di mana mereka yang memiliki kelebihan finansial memiliki kemampuan masuk ke sekolah manapun. Sedangkan siswa lainnya harus bersaing berdasarkan prestasi dan zonasi.
Selain itu, Jaka seorang advokat yang dikenal tegas dalam memperjuangkan keadilan, menyatakan atas kekecewaannya terhadap kasus ini.
Jaka menjelaskan, bahwa jumlah ideal siswa per-kelas adalah 36, namun fakta di lapangan menunjukkan bahwa jumlah siswa bisa mencapai kurang lebih 40 per-kelas.
Hal ini semakin memperkuat dugaan adanya praktek jual beli kursi yang melibatkan pihak-pihak tertentu di SMA Negeri 7 Tangsel.
“Saat saya melakukan investigasi, saya menemukan bukti bahwa jumlah siswa per kelas seringkali melebihi batas ideal yang ditetapkan. Ini bukan hanya merugikan siswa yang tidak mendapatkan tempat, tetapi juga mengganggu proses belajar mengajar karena kelas menjadi terlalu penuh,” tambahnya.
Dalam pernyataannya, Jaka juga menyoroti peran Kepala Sekolah SMA Negeri 7 Tangsel, yang berlokasi di Villa Melati Mas, Serpong. Ia mendesak agar Kepala Sekolah memberikan klarifikasi dan mengambil langkah tegas untuk membersihkan nama baik sekolah dan memastikan praktek semacam ini tidak terulang di masa depan.
“Sebagai Kepala Sekolah SMA Negeri 7 harus bertanggung jawab penuh atas segala aktivitas yang terjadi di sekolahnya. Saya mendesak beliau untuk segera melakukan audit internal dan membuka hasilnya kepada publik agar masyarakat tahu apa yang sebenarnya terjadi,” katanya dengan nada tegas.
Jaka pun berharap agar pihak berwenang segera turun tangan untuk menyelidiki kasus ini secara mendalam dan memberikan sanksi yang setimpal kepada pihak-pihak yang terbukti terlibat.
“Ini adalah momen penting untuk memperbaiki sistem pendidikan kita. Jangan biarkan generasi penerus bangsa dirusak oleh praktek-praktek tidak bermoral seperti ini,” pungkasnya.
Tak hanya itu saja, kasus ini diharapkan bisa menjadi pelajaran bagi semua pihak untuk selalu menjaga integritas dan transparansi dalam setiap proses pendidikan, demi menciptakan lingkungan belajar yang adil dan berkualitas bagi semua siswa.
Hingga berita ini diterbitkan, ifakta.co tengah mencoba melakukan konfirmasi kepada sumber yang terkait.