JAKARTA, ifakta.co  – Ketua Komisi Kejaksaan Republik Indonesia (Komjak) Pujiyono Suwadi menegaskan bahwa jaksa yang terlibat operasi tangkap tangan (OTT) wajib dijatuhi hukuman pidana sekaligus diberhentikan dari institusi kejaksaan. 

Sikap tegas ini disampaikan menyusul terungkapnya dua kasus OTT terhadap jaksa yang terjadi di Banten dan Kabupaten Hulu Sungai Utara (HSU), Kalimantan Selatan, pada pertengahan Desember 2025.

Menurut Pujiyono, langkah tegas mutlak diperlukan demi menjaga marwah dan integritas lembaga penegak hukum. 

Iklan

Ia menilai, pelanggaran hukum yang dilakukan aparat justru akan merusak kepercayaan publik jika tidak ditindak secara serius. “Jaksa yang tertangkap OTT harus diproses secara pidana dan diberhentikan. Tidak boleh ada toleransi,” tegas Pujiyono.

Selain penindakan, Komisi Kejaksaan juga mendorong pembenahan menyeluruh dalam sistem pembinaan jaksa. Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret (UNS) itu menekankan pentingnya peningkatan kesejahteraan, penguatan pengawasan internal, serta penegakan kode etik dan hukum secara konsisten.

Pujiyono menilai, penegakan disiplin yang dilakukan tanpa tebang pilih akan memberikan efek jera dan mencegah praktik serupa terulang. 

Komisi Kejaksaan, kata dia, akan terus memantau seluruh proses penanganan perkara OTT tersebut, baik yang ditangani Kejaksaan Agung maupun Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Ia juga mengajak masyarakat berperan aktif mengawasi penegakan hukum. “Jika ada kejanggalan dalam penanganan perkara, silakan laporkan ke Komisi Kejaksaan. Kami terbuka menerima aduan dan akan menindaklanjuti sesuai kewenangan,” ujarnya.

Lebih lanjut, Pujiyono menyoroti peran penting manajemen menengah di lingkungan kejaksaan agar memastikan komitmen pimpinan benar-benar dijalankan hingga ke level bawah. 

Evaluasi berkala, menurutnya, harus dilakukan agar kebijakan pemberantasan pelanggaran tidak berhenti pada tataran wacana.

Sebelumnya, KPK melakukan OTT di wilayah Banten pada 17–18 Desember 2025. Dalam operasi tersebut, sembilan orang diamankan bersama barang bukti uang tunai sekitar Rp900 juta. Kasus ini diduga berkaitan dengan pemerasan terhadap seorang warga negara Korea Selatan yang tengah menghadapi perkara pidana.

Meski OTT dilakukan oleh KPK, penanganan perkara tersebut kemudian dilimpahkan ke Kejaksaan Agung. Dalam prosesnya, Kejaksaan Agung menetapkan lima orang sebagai tersangka, tiga di antaranya merupakan jaksa aktif.

OTT lainnya dilakukan KPK di Kabupaten Hulu Sungai Utara, Kalimantan Selatan, pada 18 Desember 2025. Enam orang diamankan dan tiga jaksa ditetapkan sebagai tersangka, yakni Kepala Kejaksaan Negeri HSU, Kepala Seksi Intelijen, serta Kepala Seksi Perdata dan Tata Usaha Negara. 

KPK juga menyita uang tunai ratusan juta rupiah yang diduga terkait praktik pemerasan dalam penanganan perkara hukum. Berbeda dengan kasus di Banten, perkara OTT di HSU ditangani langsung oleh KPK.

(Amin)