JAKARTA, iFakta.co – Kegiatan Sosialisasi KUHP Nasional yang digelar Kejaksaan Negeri Jakarta Barat pada Senin, 24 November 2025, menuai sorotan tajam. Dalam acara resmi tersebut, logo Bank Mandiri terpampang jelas di layar utama backdrop, berdampingan dengan lambang Kejaksaan. Tampilan visual yang tidak lazim itu memicu kritik keras karena dinilai menyalahi prinsip netralitas penegak hukum dan bertentangan dengan sejumlah regulasi negara.

Keberadaan branding korporasi pada acara resmi lembaga hukum tidak sekadar persoalan estetika, melainkan membuka potensi benturan kepentingan. Dalam UU No. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, pejabat negara diwajibkan bebas dari konflik kepentingan, termasuk larangan menerima fasilitas atau dukungan yang menimbulkan kesan keberpihakan. Menampilkan logo bank pada backdrop sosialisasi KUHP secara visual menunjukkan adanya dukungan non-anggaran dari pihak korporasi.

Sorotan juga datang dari masyarakat. UU No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dari KKN menekankan bahwa pejabat negara tidak boleh melakukan tindakan yang memberi keuntungan kepada pihak tertentu. “Penempatan logo korporasi dalam acara sosialisasi hukum dapat dinilai sebagai bentuk promosi yang tidak wajar menggunakan panggung negara,” ujar salah seorang warga yang enggan disebutkan namanya kepada iFakta.

Iklan

Kritik semakin kuat karena Kejaksaan memiliki aturan etik yang sangat ketat. Peraturan Jaksa Agung (Perja) No. PER-015/A/JA/07/2013 tentang Kode Perilaku Jaksa secara tegas melarang jaksa menerima sponsor, fasilitas, maupun dukungan pihak luar yang dapat memengaruhi independensi. Visualisasi logo Bank Mandiri dalam forum hukum nasional dianggap menyerempet larangan tersebut.

Dari sudut administrasi aparatur, PermenPAN-RB No. 37 Tahun 2012 tentang Pedoman Benturan Kepentingan juga memasukkan sponsorship dan fasilitas korporasi sebagai bentuk benturan kepentingan yang dilarang. Bahkan, aturan ini menyebutkan bahwa penggunaan branding pihak swasta dalam kegiatan resmi pemerintah dapat menurunkan integritas dan menimbulkan persepsi keberpihakan.

Di sisi lain, sebagai ASN, seluruh pejabat Kejaksaan tunduk pada PP No. 42 Tahun 2004 tentang Kode Etik ASN, yang mewajibkan aparat menjaga martabat lembaga dan bebas dari pengaruh pihak manapun. Penggunaan logo bank dalam forum penegakan hukum dinilai bertentangan dengan kewajiban tersebut.

Polemik semakin menguat ketika sejumlah pihak mempertanyakan apakah acara tersebut didukung pembiayaan pihak luar. Sebab, PP No. 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah melarang kegiatan pemerintah dibiayai oleh sumber yang tidak jelas atau yang berpotensi memengaruhi independensi lembaga.

Hingga berita ini diturunkan, Kejaksaan Negeri Jakarta Barat belum memberikan klarifikasi terkait alasan munculnya logo Bank Mandiri dalam acara tersebut.

Polemik ini menambah daftar panjang sorotan publik terhadap transparansi dan etika penyelenggaraan kegiatan resmi di lingkungan penegakan hukum. Banyak pihak mendesak Kejaksaan untuk menjelaskan apakah terdapat dukungan non-anggaran dalam acara tersebut dan mengapa logo korporasi diizinkan muncul dalam kegiatan yang membahas regulasi pidana nasional. (mw)