JAKARTA, ifakta.co – Aroma tidak sedap kembali tercium dari Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (Ditjen HAKI) Kementerian Hukum. PT Wilton Tentram Nilawaty menuding ada praktik “main mata” di balik keputusan pencabutan tiga merek dagang WILTON (IDM000000826, IDM000788698, IMDM000563555), yang secara sah telah dialihkan pada 10 Oktober 2023.
Keputusan mencabut hak tersebut keluar melalui surat Menteri Hukum dan HAM tertanggal 20 Maret 2025, tanpa mempertimbangkan bukti hukum yang sudah jelas. Kuasa hukum perusahaan, Fachri & Partners Law Office, menilai langkah itu melanggar logika dan hukum.
“Putusan Pengadilan Agama Jakarta Pusat memang menyebut Dewi Saraswati sebagai ahli waris almarhum Siah Sofian, tapi tidak pernah menyatakan bahwa ia mewarisi merek WILTON. Merek tersebut adalah harta bawaan almarhum sebelum pernikahan, jadi haknya otomatis turun ke anak-anak kandung beliau,” ujar kuasa hukum dalam keterangannya.
Iklan
Mereka menegaskan, Menteri Hukum dan HAM mengabaikan Pasal 35 ayat (2) UU No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan — bahwa harta bawaan tetap di bawah penguasaan pribadi — serta Pasal 41 UU No.20 Tahun 2016 tentang Merek, yang menyatakan hak atas merek dapat diwariskan.
PT Wilton Tentram Nilawaty telah melayangkan dua surat keberatan resmi. Surat pertama, tertanggal 10 Maret 2025, tidak pernah ditanggapi. Surat kedua, tertanggal 20 Mei 2025, juga tidak mendapat respons. Diamnya Ditjen HAKI ini menimbulkan dugaan adanya “angin politik” dan permainan di balik meja. “Ini bukan sekadar lalai administrasi — tapi indikasi keberpihakan,” tegas kuasa hukum.
Berdasarkan penelusuran publik di Pangkalan Data Kekayaan Intelektual (PDKI) dgip.go.id, merek WILTON memang muncul atas dua nama berbeda. Siah Sofian terdaftar untuk berbagai kelas, tetapi kini banyak yang berstatus kadaluwarsa atau ditolak. Sementara itu, Dewi Saraswati memiliki beberapa merek dengan status masih aktif (Didafar), di kelas 16, 25, dan 30, dengan label dan logo yang identik.
Fakta ini memperkuat dugaan adanya pengambilalihan diam-diam terhadap aset intelektual yang sudah sah dialihkan kepada perusahaan.
Langkah sepihak Ditjen HAKI ini tidak hanya merugikan perusahaan dan ahli waris, tetapi juga menjadi preseden buruk bagi kepastian hukum di Indonesia. Jika hak merek yang sah saja bisa dicabut tanpa dasar kuat, bagaimana nasib ribuan pelaku usaha lain?
Kuasa hukum PT Wilton Tentram Nilawaty kini tengah mempersiapkan langkah hukum lanjutan, termasuk gugatan tata usaha negara (TUN) dan laporan ke Ombudsman RI atas dugaan maladministrasi.
Hingga berita ini diturunkan, Ditjen HAKI belum memberikan klarifikasi resmi terkait keputusan kontroversial tersebut. (wali)
