JAKARTA, ifakta.co – Akuisisi PT Jagonya Ayam Indonesia (JAI), mitra waralaba utama jaringan KFC di Indonesia, oleh PT Shankara Fortuna Nusantara (SFN) bukan hanya menjadi sorotan dari sisi korporasi. Di balik transaksi besar ini, terkuak dinamika internal yang melibatkan keluarga pengusaha tajir asal Kalimantan Selatan, Haji Isam alias Andi Syamsuddin Arsyad.
SFN diketahui berada di bawah kendali keluarga Haji Isam. Namun, yang menarik, perusahaan ini kini didominasi oleh anak-anak Haji Isam yang belakangan dikabarkan sedang berseteru soal pembagian kekuasaan dan kendali bisnis keluarga. Sumber internal menyebut bahwa konflik mulai memanas setelah Haji Isam perlahan mulai menyerahkan tongkat estafet bisnis kepada generasi kedua.
Akuisisi JAI senilai lebih dari Rp1 triliun ini diyakini menjadi salah satu strategi salah satu anak Haji Isam untuk memperkuat posisinya dalam grup bisnis keluarga. Langkah SFN ini menciptakan sentimen bahwa ada semacam “adu kuat” di antara saudara-saudara kandung dalam menguasai aset-aset strategis, terutama di sektor makanan cepat saji yang punya prospek cerah.
Menurut catatan resmi, SFN belum lama ini mulai agresif mengakuisisi berbagai aset di luar sektor pertambangan yang selama ini menjadi pondasi utama kerajaan bisnis Haji Isam lewat PT Jhonlin Group. Langkah diversifikasi ini disebut sebagai manuver dari salah satu anaknya yang ingin membangun jejak sendiri dan mengukuhkan pengaruh bisnis secara mandiri.
Meski belum ada pernyataan resmi, beberapa analis menilai langkah SFN mengambil alih JAI berpotensi memicu gesekan dengan lini bisnis keluarga lainnya yang dikuasai oleh saudara kandung berbeda. Sejumlah aset keluarga dikabarkan masih tumpang tindih pengelolaannya antara anak-anak Haji Isam, sementara tidak ada struktur holding keluarga yang jelas.
Indikasi “perang dingin” ini juga tercermin dari pergerakan bisnis masing-masing anak yang mulai membentuk entitas perusahaan sendiri dengan branding dan strategi terpisah, bahkan saling bersaing dalam sejumlah tender dan ekspansi.
Dengan akuisisi ini, nasib JAI—yang sebelumnya berada di bawah kendali PT Fast Food Indonesia Tbk (FAST) berada di persimpangan. Apakah SFN, di tengah potensi konflik internal pemegang sahamnya, mampu menjaga kestabilan dan memperkuat merek KFC di Indonesia?
Investor dan pengamat menaruh perhatian pada bagaimana kepemimpinan baru JAI pasca akuisisi ini akan berlangsung. Jika konflik internal benar adanya dan tidak segera diselesaikan, dikhawatirkan bisa mengganggu konsistensi strategi bisnis JAI ke depan. (Jo)