Brussels, ifakta.co – Para pemimpin Uni Eropa berencana memanfaatkan pertemuan puncak tingkat tinggi dengan Tiongkok yang dijadwalkan berlangsung bulan depan sebagai momen penting untuk menegaskan kembali kepentingan strategis mereka dalam hubungan bilateral yang semakin kompleks.
Pertemuan ini akan menjadi forum utama untuk menyuarakan kekhawatiran Uni Eropa terhadap berbagai isu, mulai dari ketidakseimbangan perdagangan, praktik subsidi industri Tiongkok, hingga peran Beijing dalam konflik global, termasuk perang di Ukraina dan ketegangan di Indo-Pasifik.
“Uni Eropa tidak ingin konfrontatif, tetapi hubungan ini harus berjalan berdasarkan prinsip resiprositas dan kepatuhan pada tatanan internasional,” ujar seorang diplomat senior Uni Eropa yang enggan disebutkan namanya.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Salah satu agenda utama adalah defisit perdagangan yang besar antara UE dan Tiongkok, yang menjadi sorotan utama Brussel dalam beberapa tahun terakhir. Uni Eropa menuduh Tiongkok menerapkan praktik dagang tidak adil melalui subsidi masif bagi industri strategis seperti mobil listrik dan panel surya.
Komisi Eropa bahkan sedang menyelidiki potensi pelanggaran aturan persaingan oleh produsen kendaraan listrik Tiongkok yang membanjiri pasar Eropa. Brussel berupaya menyeimbangkan hubungan tanpa menutup pintu kerja sama ekonomi.
Selain isu ekonomi, Uni Eropa juga akan mendesak Tiongkok untuk memainkan peran yang lebih konstruktif dalam menjaga stabilitas global. Para pemimpin Eropa berharap Beijing dapat menggunakan pengaruhnya untuk meredakan ketegangan di Timur Tengah dan mendorong penyelesaian damai atas konflik Ukraina.
Tak kalah penting, Uni Eropa diperkirakan akan mengangkat isu hak asasi manusia, termasuk situasi di Xinjiang dan Hong Kong, yang terus menjadi titik gesekan dalam dialog diplomatik kedua pihak.
Meski banyak perbedaan, pertemuan ini mencerminkan tekad kedua belah pihak untuk menjaga jalur komunikasi tetap terbuka. Dalam konteks ketegangan global dan dinamika kekuatan yang berubah cepat, Eropa ingin memastikan bahwa hubungan dengan Tiongkok tetap stabil dan dapat dikelola.
Pertemuan puncak ini akan menjadi tolok ukur apakah Uni Eropa dan Tiongkok dapat menemukan keseimbangan antara persaingan dan kerja sama dalam dunia yang semakin multipolar.
(Jojo)