IFAKTA.CO | Belakangan ini muncul perhatian publik terhadap keberadaan salah satu pengurus Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), yang akrab di kenal Gus Fahrur. Di ketahui menjabat posisi strategis di PT Gag Nikel, sebuah perusahaan tambang yang beroperasi di wilayah Papua Barat. Isu ini mengundang berbagai tanggapan, mulai dari dukungan hingga kritik, terutama dalam konteks etika organisasi dan komitmen terhadap nilai-nilai perjuangan sosial keumatan.
Sebagai organisasi keagamaan terbesar di Indonesia, PBNU selama ini dikenal memiliki posisi moral yang kuat dalam mengawal keadilan sosial, kesejahteraan umat, serta keberpihakan pada masyarakat kecil, termasuk dalam isu lingkungan dan hak masyarakat adat. Oleh karena itu, ketika ada pengurus yang aktif dalam struktur korporasi tambang, apalagi di wilayah sensitif seperti Papua, wajar bila publik menaruh perhatian besar.
Pertanyaan utama yang mengemuka adalah soal potensi konflik kepentingan. Apakah posisi tersebut dapat memengaruhi independensi PBNU dalam menyuarakan kepentingan rakyat, khususnya terkait dampak lingkungan dan sosial dari kegiatan pertambangan? Apakah jabatan tersebut bersifat pribadi, atau membawa nama organisasi?
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Tentu, setiap individu memiliki hak untuk berkarier di sektor mana pun. Namun, ketika seseorang telah berada dalam struktur kepengurusan ormas besar seperti PBNU, maka tindakan dan afiliasinya tidak bisa dilepaskan begitu saja dari persepsi publik terhadap organisasi. Di sinilah pentingnya transparansi dan akuntabilitas.
PBNU perlu bersikap terbuka dan menjelaskan posisi resminya terkait hal ini, agar tidak terjadi bias persepsi atau asumsi yang bisa menggerus kepercayaan publik. Bila memang ada pengurus yang menduduki jabatan di perusahaan, klarifikasi soal status, peran, serta alasan strategisnya perlu dikemukakan secara terang.
Langkah ini bukan untuk menghakimi pribadi tertentu, tetapi untuk menjaga marwah organisasi. Sebab, tantangan besar organisasi keumatan di era modern adalah tetap teguh menjaga nilai dan idealisme di tengah godaan pragmatisme kekuasaan dan ekonomi.
Publik berharap PBNU tetap menjadi penjaga nurani bangsa, termasuk dalam isu-isu kritis seperti pertambangan, lingkungan, dan hak masyarakat adat. Dan agar itu terjaga, para pengurusnya pun harus menjunjung tinggi integritas, serta bersikap terbuka atas segala potensi konflik yang bisa mencoreng nama baik organisasi.