TA (33) pria asal Lengkong berhasil diamankan Satreskoba Polres Nganjuk atas dugaan peredaran Okerbaya.(Poto: istimewa).
Nganjuk, ifakta.co – Kepolisian Resor (Polres) Nganjuk mengungkap kasus peredaran obat keras berbahaya (Okerbaya) di wilayah Kecamatan Lengkong, Kabupaten Nganjuk. Seorang pria berinisial TA (33), warga Dusun Sumberjo, Desa Ngringin, Kecamatan Lengkong, diamankan petugas dalam operasi yang dilakukan pada Minggu (27/4/2025).
Kapolres Nganjuk AKBP Henri Noveri Santoso membenarkan penangkapan tersebut. Ia menyampaikan bahwa pengungkapan ini merupakan bentuk komitmen jajarannya dalam memberantas peredaran Okerbaya yang dinilai membahayakan kesehatan masyarakat.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
“Benar, kami telah mengamankan tersangka TA beserta sejumlah barang bukti ratusan butir pil berlogo LL. Tersangka diketahui mengedarkan obat keras tersebut tanpa izin resmi,” ujar AKBP Henri dalam keterangannya, Senin (28/4/2025).
Kasat Reserse Narkoba Polres Nganjuk IPTU Sugiarto mengungkapkan bahwa pengungkapan kasus bermula dari diamankannya tiga orang di teras rumah TA, yakni IN, FY, dan DV yang masing-masing berasal dari Desa Ngepung, Jaan, dan Banggle. Dari hasil penggeledahan, ketiganya kedapatan membawa puluhan butir pil LL.
“IN membawa 32 butir, FY 8 butir, dan DV 16 butir. Dari pengakuan mereka, obat-obatan tersebut diperoleh dari tersangka TA,” jelas IPTU Sugiarto.
Petugas kemudian menggeledah rumah TA dan menemukan total 423 butir pil LL, yang disimpan dalam plastik klip dan bungkus grenjeng rokok, serta diletakkan di dalam kardus bekas yang disimpan di jok sepeda motor. Selain itu, polisi juga menyita satu unit handphone dan sepeda motor milik tersangka.
“Kami masih melakukan pengembangan untuk memburu sumber obat, yakni seseorang berinisial S yang berdomisili di wilayah Pare dan saat ini masih dalam daftar pencarian orang (DPO),” tambahnya.
Atas perbuatannya, TA dijerat Pasal 435 dan/atau Pasal 436 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan. Ia terancam hukuman penjara maksimal 12 tahun dan denda hingga Rp5 miliar.
(may).