TANGERANG, ifakta.co – Sidang lanjutan gugatan enam orang Calon Pekerja Migran Indonesia (CPMI) terhadap Direktur PT Dinasty Insan Mandiri, dan atau PT Tulus Widodo, Widya Andescha kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) Tangerang, pada Kamis (10/10) kemarin.
Dikutip dari laman Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PN Tangerang, sidang dijadwalkan pukul 10.00 WIB dengan agenda kelengkapan para pihak.
Dalam tuntutannya, 6 orang CPMI menggugat Widya Andescha sebesar Rp371.745 juta atas Perbuatan Melawan Hukum (PMH).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Kuasa Hukum Penggugat, Suriantama Nasution mengatakan, bahwa hari ini pihaknya baru menyelesaikan persidangan dengan agenda verifikasi dari dokumen tergugat.
“Ini menarik pada hari ini, karena yang terjadi pada persidangan kita itu adalah ditemukannya pencabutan kuasa yang ternyatapun kuasanya itu surat-suratnya belum dilengkapi. Jadi belum beracara sudah dilaksanakan pencabutan, ini cukup menarik dan kita bertanya ada apa?,” ujar Managing Director Satu Pintu Solusi Law Office, Suriantama Nasution kepada ifakta.co.
Berdasarkan laporan yang diterima ifakta.co, terdapat tiga poin fakta dalam persidangan. Pertama, bahwa ada perubahan dari alamat turut tergugat dan kita akan melakukan di pekan depan untuk perubahannya.
Kedua, konsep dari snowball effect dari perkara terdahulu.
Ketiga, memanggil dengan tegas para institusi terkait.
Rian mengungkapkan, bahwa sidang hari ini ialah perkara yang baru dengan subject hukum yang sama.
Pasalnya, tergugat (Widya Andescha) adalah orang yang patut pihaknya duga sangkakan sebagai orang yang melakukan perbuatan melawan hukum, serta adanya penyalahgunaan dari keadaan sehingga para migran dimanfaatkan untuk kepentingannya pribadi, baik dana-dananya, tenaganya, dan seterusnya.
“Jadi ini betul-betul ada kerugian yang nyata dan kisarannya untuk gugatan yang ini sekitar Rp.375 juta dari 6 orang penggugat,” kata Rian.
Bahkan, Rian memanggil dengan tegas perihal kinerja institusi terkait. Karena ketika bicara migran, konteks payung hukum dan kepastian hukum dari tenaga kerja migran di Indonesia tentu regulatornya itu adalah Kementerian Tenaga Kerja.
“Nah disini kita bertanya, sejauh mana efektifitasnya dan ada operator disana BP2MI yang juga menyatakan kami tidak punya hak apapun juga karena begitu ketatnya regulator ini memegang kekeh posisi, sehingga mungkin kita bisa andaikan, analogikan BP2MI adalah sebagai macan katanya yang ompong,” sebut Rian.
Meski demikian, Rian pun berharap kepada teman-teman dari Kepolisian Republik Indonesia mampu melihat ini, dan mampu menelaah sampai dalam, walaupun nanti menggunakan lex spesialis.
“Nah ini kita mengundang dan kita meminta perhatian betul dari pemerintah, regulator, operator, bahkan pihak Kepolisian Republik Indonesia ini untuk bisa tajam, betul tajam, karena sampai hari ini kita melihat bahwa tergugat sendiri itu masih menikmati perilaku yang lama dengan pola-pola yang baru dan tentunya menciptakan banyak kerugian lagi buat banyak orang, calon migran atau banyak migran. Ini sangat-sangat memperhatinkan kondisi kita saat ini,” pinta Rian.
Sementara itu, Saud Susanto menambahkan, bahwa pihaknya mendaftarkan gugatan ini kepada para tergugat karena adanya indikasi perbuatan melawan hukum tentang penguasaan dan penyalahgunaan uang Calon Pekerja Migran Indonesia.
“Jadi, sidang ini adalah sidang yang kedua dengan tidak hadirnya para tergugat dan itupun hadirnya hanya pihak kuasa hukum tergugat satu, dalam artian kurang lengkapnya berkas-berkas yang harusnya kita dalam beracara,” tutup Saud.
Sebagai informasi, gugatan itu telah teregister pada 27 Agustus 2024 lalu dengan Nomor Perkara 977/Pdt.G/2024/PN Tng atas perbuatan melawan hukum (PMH).
Selain itu, sidang akan dibuka lagi pada 17 Oktober 2024, dalam konteks Pemanggilan Umum bagi para pihak yang belum hadir dan yang dinyatakan alamatnya pindah atau tidak ketemu.