JAKARTA, ifakta.co – Warga Kelurahan Kedoya Utara, Jakarta Barat, belum lama ini mendapatkan perlakuan yang kurang patut untuk ditiru oleh oknum seorang rukun tetangga (RT) dan rukun warga (RW), Selasa (13/8/2024).
Pasalnya, seorang RT dan RW diduga telah mematok iuran pembiayaan koordinasi renovasi tempat usaha dengan nominal angka yang cukup di bilang fantastis.
Salah satu pengusaha yang tidak ingin di sebutkan namanya mengatakan bahwa telah membayar iuran koordinasi wilayah oleh salah seorang tangan kanan RW 007 berinisial ‘D’ berkisar jutaan rupiah dan berdalih untuk kondisikan berbagai aparatur baik dari instansi kelurahan, kecamatan, Binamas, Babinsa serta Ormas.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Atas kejadian tersebut, Ifakta.co pun mencoba menelusuri terkait adanya masalah koordinasi itu, sontak tak ada satu pun beberapa instansi yang merasa di bagi, dan kemana anggaran yang akan digunakan oleh oknum tersebut?
Sementara itu, kerabat pengusaha berinisial A mengatakan bahwa selaku pengurus RT dan RW seharusnya mendukung penuh adanya warga yang ingin mendirikan usaha di wilayahnya selama usaha itu tidak melanggar peraturan Perda dan Pergub.
“Lah, ini malah meminta jatah bagai preman berdalih koordinasi wilayah, inikan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) sudah diurus dan Izin Usaha pun sudah berizin pengurusannya, tapi kenapa Ketua RW 007 yang memerintahkan tangan kanannya meminta koordinasi wilayah serta uang keamanan pada saat proses renovasi berjalan,” sebutnya.
Bahkan, dengan adanya pemberitaan ini baik Kelurahan maupun Kecamatan harus menindak tegas kepada Ketua RT 003 dan Ketua RW 007 dan dia berharap agar mendapat teguran langsung karena dapat menimbulkan pencemaran nama baik instansi.
Kendati demikian, Aktivis kebijakan publik, Awy Eziary menyesalkan atas sikap ulah oknum RT dan RW tersebut, dan ia menyebut bahwa mematok tarif iuran itu sudah masuk kategori sebagai pungutan liar atau pungli.
“Kalau orang mau renovasi ke sana memberikan uang kas kepada RT/RW, kan tidak masalah. Tapi kan diberikannya sukarela itu juga tergantung dari mereka (warga) dan intinya nggak boleh dipatok, dan itu pungli namanya. Karena dasarnya tidak ada,” terang Awy.
“Karena keterbatasan wawasan dan pengetahuannya saja. Jadi kami mengedepankan fungsi pembelajaran kepada masyarakat bahwa yang dilakukan mereka itu salah,” lanjutnya.
Hingga berita ini diterbitkan, ifakta.co tengah mencoba melakukan konfirmasi kepada sumber yang terkait.