JAKARTA, IFAKTA.CO//OPINI – Hukuman mati adalah salah satu sanksi pidana yang berlaku di Indonesia dan beberapa negara lainnya dengan cara merampas nyawa terpidana secara paksa. Hukuman mati sewajarnya merupakan hukuman yang dijatuhkan terhadap tindak pidana berat, seperti pembunuhan berencana, Genosida, Korupsi dan Lain-lain.
Hukuman mati begitu banyak dipertentangkan karena dianggap melawan HAM. Meski begitu masih ada beberapa negara yang melegalkan hukuman mati. Dan setiap negara tersebut memiliki cara atau prosedurnya masing masing.
Dasar Hukum Hukuman Mati
Menurut Prof. Moeljatno “ Setiap perbuatan harus ditentukan sebagai demikian oleh suatu aturan undang-undang yang telah ada dan berlaku bagi terdakwa, sebelum terdakwa itu di jatuhi sanksi pidana”. Penjelasan tersebut merupakan penjelasan dari asas legalitas, yang berarti setiap perbuatan pidana harus ditetapkan didalam undang-undang. Dan untuk hukuman mati terdapat didalam pasal 67 Undang-undang Nomor 1 Tahun 2023 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, yang berbunyi :
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Pidana yang bersifat khusus sebagaimana dimaksud dalam pasal 64 huruf c merupakan pidana mati yang selalu diancamkan secara alternatif”. 1)
Tujuan Hukuman Mati
Hukum itu memiliki fungsi dan tujuan, hukum berfungsi untuk menggapai serta menegakan keadilan yang sesungguhnya bagi seluruh elemen kehidupan, sedangkan tujuan hukum adalah untuk menciptakan keindahan dalam kehidupan , dengan terciptanya keamanan, kenyamanan dan ketertiban di Tengah Masyarakat.
Adapun tujuan dari hukuman mati ialah:
- Memberikan rasa keadilan kepada korban
- Memberikan ancaman yang nyata kepada siapapun ingin yang melakukan tindak pidana
- Memberikan perlindungan kepada Masyarakat
- Mencegah orang lain untuk melakukan perbuatan yang serupa
Pelaksanaan Hukuman Mati Di Indonesia
Pelaksanaan pidana mati terdapat didalam Penpres 2 Tahun 1964, Adapun pelaksanaan pidana mati yang dijatuhkan oleh pengadilan di lingkungan peradilan umum atau peradilan militer, dilakukan dengan ditembak sampai mati.2)
Kemudian Eksekusi pidana mati dilakukan oleh regu penembak dari Brigade Mobil (“Brimob”) yang dibentuk oleh Kepala Kepolisian Daerah di wilayah kedudukan pengadilan yang menjatuhkan pidana mati. Regu tembak tersebut terdiri dari seorang Bintara, 12 orang Tamtama, di bawah pimpinan seorang Perwira.3)
Doktrin Mengenai Hukuman mati
Di dalam pidana mati ada doktrin yang menyebutkan bahwa terdapat dua paham yakni paham retensionis dan juga paham abolisionis. Kedua paham ini sangat bertentangan dalam menyikapi keberadaan hukuman mati. Bagi paham retensionis yang ingin mempertahankan pidana mati mereka akan berpendapat:4)
- Tidak ada satu agama pun yang menentang hukuman mati
- Ketika seorang melakukan perbuatan yang menyebabkan matinya orang lain, yang mana itu secara nyata telah merampas HAM nya, mengapa kita harus mempertahankan HAM nya pelaku , saat pelaku merampas HAM korbannya.
- Jika pelaku kejahatan tidak bisa diperbaiki maka harus dimusnahkan
- Pidana mati sebagai general prevention
Bagi paham abolisionis yang ingin menghapus pidana mati mereka berpendapat:
- Bertentangan dengan HAM
- Tidak ada satu orangpun yang diberikan izin untuk mencabut nya orang lain karena itu merupakan Hak Tuhan
- Jika ada kesalahan di dalam putusan maka orang tersebut sudah terlanjur mati dan tidak bisa dihidupkan Kembali
- Pidana mati bertentangan dengan fungsi rehabilitasi dalam hukum pidana.
Sumber :
1) Pasal 67 Undang Undang Nomor 1 Tahun 2023 Tentang Kitab Undang-undang Hukum Pidana
2) Pasal 1 Penetapan Presiden Nomor 2 Tahun 1964 tentang Tata Cara Pelaksanaan Pidana Mati yang Dijatuhkan oleh Pengadilan di Lingkungan Peradilan Umum dan Militer (“Penpres 2/1964”)
3) Pasal 10 ayat (1) Penpres 2/1964
4) Prof. Dr. Edward Omar Sharif Hiariej, S.H., M.Hum.