JAKARTA, ifakta.co – Mesin-mesin partai, ruang-ruang kelas, dan guru-guru tanah air mestinya sudah mulai memberikan edukasi politik pada masyarakat, tak hanya lima tahun sekali menjelang pemilihan, tetapi dalam setiap kesempatan.
Adapun edukasi ini bertujuan agar masyarakat bisa menentukan pilihannya dengan baik dan sesuai dengan keterwakilan mereka, bukan sekedar terbuai dengan gimmick dan janji-janji dengan pembahasan tidak merinci, dan tidak menyertakan hasil kajian yang mendalam.
Salah dua penyakit demokrasi adalah klientelisme dan patronase, penyakit yang lama kelamaan akan menggerus demokrasi, sehingga orang-orang memilih bukan karena nalar, tapi karena ada sesuatu yang menguntungkan buat mereka.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Itulah alasan mengapa sampai sekarang, politik uang masih tetap berlaku di tanah air.
Kini, gimmick juga sangatlah berperan penting dalam meraih suara pemilih.
Mengapa demikian, karena banyak pemilih di Indonesia belum teredukasi apa pentingnya suara mereka untuk Indonesia ke depannya.
Selain itu, mereka pun mestinya harus bertanggung jawab pada suara mereka dengan cara memilih pemimpin berdasarkan gagasan visi-misi dan track record calon, namun bukan hanya sekedar apa yang nampak dari luarnya saja.
Terkadang, memang butuh waktu yang tidak sebentar, akan tetapi pendidikan politik itu benar-benar harus mulai kita seriusi, terutama bagi mesin-mesin partai politik tanah air yang sudah diberikan dana oleh negara untuk menjalankan mesin partainya.