Mengompori Pemantauan Media
Oleh: Drs. Kamsul Hasan, SH, MH.
SAYA sengaja tidak menggunakan kata mengingatkan tetapi mengingati agar sama akhirannya dengan mengompori.
Ada dua kegiatan dalam sepekan kepada dua komunitas berbeda. Kegiatan pertama Kamis dan Jumat, 27-28 Februari 2020 di The 101 Hotel, Jalan Suryakencana, Bogor. Pesertanya pengelola media, termasuk pers kampus dan dosen pembinanya.
Pelatihan ini mengingati pengelola media tentang masih terjadinya pelanggaran terhadap identitas anak. Pengelola media berbadan hukum pers, malah terbawa arus media sosial yang menerjang rambu.
Pasca amandemen kedua UUD 1945 pada tahun 2000 lahir Pasal 28B ayat (2) yang melarang kekerasan terhadap anak. Pasal ini menjadi sumber hukum lahirnya UU No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Selain UU Perlindungan Anak, lahir pula UU No. 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA). UU SPPA mempertegas anak yang berhadapan dengan hukum berusia sampai 18 tahun.
Anak berhadapan dengan hukum adalah anak korban, anak saksi dan atau pelaku tindak pidana. Definisi UU SPPA berbeda dengan Pasal 5 KEJ yang bersumber dari Pasal 45 KUHP.
KEJ menafsirkan anak adalah mereka yang belum berusia 16 tahun dan belum menikah. Identitas yang dilindungi juga hanya terhadap anak yang melakukan tindak pidana, tidak termasuk anak korban dan anak saksi tindak pidana.
Sedangkan Pasal 19 UU SPPA melarang membuka identitas anak berhadapan dengan hukum dalam pemberitaan baik media cetak maupun elektronik. Obyek pasal ini baik pers maupun media sosial. Meski pasal ini bersifat delik aduan, namun ancamannya sangat serius. Mereka yang terbukti membuka identitas anak sesuai Pasal 97 UU SPPA dipidana lima tahun penjara dan denda Rp 500 juta.
Dewan Pers merespon ancamannya ini dengan rambu Pedoman Pemberitaan Ramah Anak (PPRA). Mematuhi rambu PPRA akan terhindar dari delik pidana UU SPPA. Rabu dan Kamis, 4-5 Maret 2020 juga di Bogor, saya berjumpa dengan komunitas Forum Anak, Forum Puspa dan pegiat perlindungan anak.
Sumber materi yang disampaikan sama namun dari sudut pandang berbeda yaitu mengompori pemantauan media sesuai perintah Pasal 17 UU Pers dan Pasal 52 UU Penyiaran. ■
PROFIL PENULIS
Drs. Kamsul Hasan, SH, MH
– Staf pengajar pada sejumlah perguruan tinggi di Jakarta.
– Praktisi dan pengamat media.
– Ketua Komisi Kompetensi PWI Pusat
– Ahli Pers Indonesia.
– Penasehat Hukum di Harian Pos Kota
– Konsultan Hukum dan Komunikasi
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT