JAKARTA, ifakta.co – Gimik ‘joget gemoy’ calon presiden (capres) Prabowo Subianto hingga saat ini menjadi viral di berbagai plafon media sosial. Tak sedikit respon negatif dan positif dari para netizen, terutama sejumlah kritik dilontarkan oleh lawan politiknya.
“”Gemoy atau gimik bukan sesuatu yang melanggar prinsip demokrasi. Karena rakyat pada akhirnya akan menentukan pilihannya di kotak suara,” ujar Sekjen Partai Gerindra Ahmad Muzani dalam keterangan tertulis, Rabu (29/11).
Muzani pun mengaku Gerindra dan partai koalisi tak ambil pusing dengan kritik yang ada. Muzani menegaskan gimik politik tak lantas menghilangkan substansi dan gagasan.
“Kita tenang-tenang saja menghadapi kritik, hujatan, hoaks, dan fitnah dengan cara itu. Lantas itu dianggap sebagai sebuah cara yang menghilangkan substansi demokrasi dan tidak menawarkan gagasan ide dalam demokrasi,” ucap dia dikutip, CNNIndonesia.
Wakil Ketua MPR itu mengklaim tingkat kesukaan publik terhadap Prabowo justru meningkat. Menurutnya, kaum muda mulai gandrung dengan Prabowo dan Gibran Rakabuming Raka.
Muzani menjelaskan kreativitas tim yang mengemas Prabowo dengan gimik gemoy menghasilkan dampak positif di kalangan milenial dan Gen Z.
“Jangan serang kami ketika kreativitas dan inovasi yang kita lakukan dengan santuy, dengan gemoy dianggap menghilangkan substansi demokrasi,” ujarnya.
Pada banyak kesempatan, Prabowo kerap berjoget di khalayak ramai. Joget itu belakangan disebut sebagai ‘joget gemoy’.
Tim Kampanye Nasional Prabowo-Gibran melalui media sosial mereka juga kerap menyuarakan ‘kegemoyan’ Prabowo itu.
Gimik gemoy itu pun mendapatkan kritik dari sejumlah pihak. Salah satunya datang dari Jubir Timnas Anies-Muhaimin, Surya Tjandra.
Ia menilai gimik itu berbahaya dan mirip dengan gaya kampanye Ferdinand Romualdez Marcos atau Bongbong Marcos di Pilpres 2022 di Filipina.
Bongbong Marcos merupakan putra dari diktator Filipina, Ferdinand Marcos, yang berkuasa selama 21 tahun pada 1965 hingga 1986.
Kala itu, Bongbong diyakini menang menjadi Presiden karena masif kampanye di media sosial dan menggaet suara muda. Saat ini, kata Surya, sasaran kampanye gimik pasangan Prabowo-Gibran juga anak muda.
Ia menganggap kampanye gimik semacam itu sangat berbahaya lantaran memanipulasi kondisi sebenarnya. Surya menyebut banyak anak muda yang masih hanya melihat citra di permukaan.
“Berbahaya sekali ya. Model-model kampanye yang mirip-mirip sama kasusnya di Filipina kan. Bongbong Marcos yang anaknya Ferdinand Marcos, otoritarian semacam orde baru dulu, bisa come back karena memanipulasi,” kata Surya dalam Political Show CNN Indonesia TV, Senin (27/11) malam.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT