Poto: Kamsul Hasan
ifakta.co, Bandung – Manusia itu memang tempatnya khilaf. Bagaimana bila manusia itu berprofesi sebagai wartawan dan produk jurnalistiknya melanggar?
Demikian dikatakan Staf Pengajar dan Dosen Institu Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (IISIP) Jakarta, Kamsul Hasan saat memberikan materi pada peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-19 Media Kota di Lembang, Bandung Barat, Jawa Barat, Sabtu 18 Januari 2020 lalu.
Menurut dia, meski wartawan atau pers sudah diperintahkan untuk bekerja dengan cermat, kemungkinan terjadi kesalahan tetap ada.
“Baik Pasal 5 ayat (3) UU No. 40 tahun 1999 tentang Pers maupun Pasal 10 Kode Etik Jurnalistik (KEJ) sudah berbicara soal hak koreksi,” kata mantan Ketua Dewan Kehormatan PWI Provinsi DKI Jakarta periode 2014-2018 ini.
Manusia itu kata dia, memang tempatnya salah. Kalau dia berprofesi sebagai wartawan melakukan kesalahan kerja, segeralah koreksi.
Ia juga menjelaskan, perintah Pasal 5 ayat (3) UU Pers dan atau Pasal 8 KEJ ini jarang dilakukan wartawan atau perusahaan pers karena gengsi. Padahal pengakuan bersalah dan segera mengoreksi, bahkan mencabutnya bila itu dimungkinkan merupakan langkah baik.
Menurutnya berita yang salah dan tidak dikoreksi bisa dijadikan alat bukti. Ini sekaligus menggambarkan bahwa mereka (Wartawan) tidak memiliki itikad baik.
“Itikad baik atau itikad buruk yang dimaksud Pasal 1 KEJ, bisa juga dikaitkan dengan hak koreksi. Itu sebabnya saya sarankan patuhi hak koreksi,” tegasnya.
Dalam kesempatan itu Kamsul juga mengingatkan, bahwa wartawan dan atau perusahaan pers juga harus memahami produk yang salah bisa jadi alat bukti. Bahkan masih bisa dipidana sebelum daluarsa.
Salah satunya ia menyebutkan tentang daluarsa tuntutan pidana sebagaimana diatur Pasal 78 ayat (1) KUHP bisa sampai 12 tahun bila ancaman hukumannya di atas 3 tahun.
Lalu kemudian kata dia, membuka identitas anak juga bisa berhadapan dengan hukum sebagaimana diatur Pasal 19 Jo. Pasal 97 UU Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA) diancam 5 tahun penjara.
“Jadi bila produk jurnalistik kalian khilaf atau keliru, soal identitas anak yang terbuka apalagi pada media online segeralah koreksi,” katanya.
Ia menambahkan, selain Pasal 5 ayat (3) UU Pers, perintah koreksi juga ada pada Pasal 10 KEJ dan Butir 5 Pedoman Pemberitaan Media Siber (PPMS).
“Tinggal sekarang kita memiliki itikad baik dengan melakukan koreksi sesuai perintah di atas atau kita biarkan berita salah itu menjadi alat bukti dan pertanda itikad buruk,” pungkasnya. (amy)
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT