JAKARTA, ifakta.co – Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) melontarkan peringatan terbuka kepada Presiden Prabowo Subianto terkait potensi krisis nasional yang dinilai kian menguat. 

KAMI menyebut ancaman terbesar bagi legitimasi presiden bukan berasal dari tekanan eksternal, melainkan dari pembusukan sistemik yang terjadi di lingkaran kekuasaan.

Peringatan tersebut disampaikan mantan Panglima TNI Gatot Nurmantyo yang menilai stabilitas politik yang tampak di permukaan tidak cukup untuk menjamin kekuatan pemerintahan. Ia merujuk pada teori politik yang menyebut terdapat tujuh kapabilitas utama sebagai indikator kuat atau lemahnya sebuah negara.

Iklan

Menurut Gatot, kapabilitas pertama yang melemah adalah responsivitas, karena aspirasi publik dinilai tidak terserap secara memadai. Kedua, kapabilitas regulatif, yang menurutnya terganggu akibat hukum dan kedaulatan negara dianggap tunduk pada kepentingan oligarki.

Ketiga, Gatot menyoroti kapabilitas distribusi dan alokasi, yang tercermin dari masih lebarnya kesenjangan kesejahteraan. Keempat, kapabilitas simbolik, ditandai menurunnya kepercayaan publik terhadap penyelenggara negara.

Kelima, kapabilitas ekstraktif, yang disebut lebih menguntungkan kelompok tertentu dalam pengelolaan sumber daya alam dan manusia. Keenam, kapabilitas domestik, yang dinilai rapuh karena partai politik dianggap kurang responsif terhadap bencana alam. 

Ketujuh, kapabilitas internasional, yang menurut Gatot berada dalam kondisi memprihatinkan.

“Ancaman terbesar bagi presiden bukan hanya tekanan luar, tetapi sabotase struktural dan pembusukan dari dalam,” ujar Gatot dalam pernyataan terbukanya.

Ia menjelaskan sabotase struktural terjadi ketika kebijakan presiden tidak dijalankan secara utuh oleh para pembantunya, bahkan sengaja diperlambat di tingkat teknis. 

Menurutnya, agenda koreksi kebijakan kerap dibelokkan, sementara kepentingan oligarki disamarkan sebagai kepentingan negara.

“Seorang presiden bisa jatuh bukan karena kebijakan yang salah, tetapi karena kebijakan itu dibuat gagal oleh lingkaran kekuasaan di sekitarnya,” katanya.

Gatot menegaskan, jika warisan kekuasaan lama tidak diputus dan praktik sabotase terus dibiarkan, krisis legitimasi berpotensi menghantam pemerintahan saat ini. Ia pun menyerukan kesadaran kolektif masyarakat, termasuk kaum ibu dan generasi muda, untuk mencermati ancaman tersebut.

“Jika hukum terus dipermainkan, reformasi Polri dibelokkan, kejahatan ekologi dan ekonomi dibiarkan, serta generasi muda kehilangan masa depan, maka Indonesia sedang bergerak menuju krisis nasional terbuka,” tegasnya.

Ia menutup pernyataannya dengan menegaskan bahwa peringatan tersebut bukan ancaman atau hasutan, melainkan ajakan untuk bertindak. Gatot mengutip pandangan pengamat politik Rocky Gerung yang menyebut presiden harus berpihak pada akal sehat.

“Presiden berada di persimpangan sejarah, menjadi pemimpin korektif yang memulihkan republik atau tenggelam bersama krisis,” pungkas Gatot.

(Amin)