TANGERANG, ifakta.co — Proyek pembangunan Ruang Terbuka Hijau (RTH) EcoPark di kawasan Pusat Pemerintahan Kabupaten Tangerang menuai sorotan tajam. Proyek senilai lebih dari Rp4,5 miliar yang dibiayai oleh Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Kabupaten Tangerang itu diduga kuat sarat pelanggaran karena menebang sejumlah pohon yang merupakan aset resmi pemerintah daerah tanpa izin dan tanpa koordinasi lintas instansi.

Proyek fisik tersebut dilaksanakan oleh CV SSK Multi Kreasi dengan nilai kontrak Rp4.512.620.618 dan masa pengerjaan selama tiga bulan. Lokasinya berada di kawasan Hutan Kota Tigaraksa, tepat di Jalan H. Somawinata, Desa Kadu Agung, Kecamatan Tigaraksa hanya sepelemparan batu dari Kantor Bupati Tangerang dan berhadapan langsung dengan Gedung DPRD Kabupaten Tangerang.

Ironisnya, proyek yang diklaim untuk memperindah kawasan hijau justru memicu dugaan pelanggaran serius terhadap prinsip pelestarian lingkungan. Sejumlah pohon besar yang sebelumnya tercatat sebagai aset Pemkab Tangerang diketahui telah diratakan tanpa adanya papan informasi, sosialisasi publik, maupun berita acara pemanfaatan aset daerah.

Iklan

Saat dikonfirmasi, Kepala DLHK Kabupaten Tangerang, Ujat Sudrajat, hingga berita ini diturunkan belum memberikan penjelasan resmi mengenai dasar penebangan pohon, izin lingkungan, maupun mekanisme pemindahan atau penghapusan aset yang digunakan untuk proyek tersebut.

Sikap diam dan tertutup dari DLHK ini semakin menimbulkan kecurigaan publik. Sejumlah pihak menilai proyek ini tidak transparan dan berpotensi melanggar aturan tata kelola aset daerah serta prinsip keberlanjutan lingkungan.

Aktivis Kabupaten Tangerang Angkat Bicara

Gelombang kritik datang dari berbagai kalangan, termasuk aktivis lingkungan Kabupaten Tangerang yang menilai proyek RTH EcoPark ini telah menodai semangat penghijauan yang selama ini digaungkan pemerintah.

“DLHK seharusnya menjadi pengawal utama pelestarian lingkungan, bukan justru membiarkan pohon-pohon aset daerah ditebang demi proyek yang tidak jelas manfaatnya. Ini pelanggaran serius dan bentuk pembiaran,” tegas salah satu aktivis lingkungan setempat.

Ia juga menilai, banyak kejanggalan di lapangan yang menunjukkan lemahnya pengawasan dinas terhadap pelaksana proyek.

“Kontraktor terlihat bekerja tanpa kontrol yang ketat. Tidak ada keterbukaan publik, tidak ada dokumentasi terbuka, dan tidak jelas ke mana hasil tebangannya. Ini harus diusut,” ujarnya.

Aktivis lain bahkan menyebut proyek ini berpotensi menjadi ajang penyalahgunaan anggaran.

“Jika benar ada penebangan aset tanpa izin, maka ini bukan sekadar pelanggaran administrasi, tapi sudah mengarah ke pelanggaran hukum. DLHK dan pihak CV harus bertanggung jawab,” tambahnya.

Dari informasi lapangan, proyek ini juga dikaitkan dengan H. Kholil, pengusaha asal Kronjo, dan pelaksana lapangan bernama Acong, yang disebut-sebut memegang kendali teknis di lapangan.

Menyikapi hal itu, para aktivis mendesak Inspektorat Kabupaten Tangerang dan Bagian Aset Daerah untuk segera melakukan audit menyeluruh terhadap proyek RTH EcoPark, mulai dari proses perencanaan, izin lingkungan, hingga penggunaan aset daerah.
“Ini menyangkut uang rakyat dan kelestarian lingkungan. Jangan sampai proyek bertajuk penghijauan malah menjadi kedok untuk kepentingan kelompok tertentu,” tandas mereka.

Perlindungan Pohon dan Dasar Hukum RTH

Perlu diketahui, pengelolaan dan perlindungan Ruang Terbuka Hijau (RTH) milik pemerintah daerah telah diatur secara tegas dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, yang mensyaratkan minimal 30 persen luas wilayah perkotaan harus diperuntukkan bagi RTH. Ketentuan tersebut juga dijabarkan lebih lanjut dalam berbagai Peraturan Daerah (Perda) masing-masing daerah.

Pemerintah daerah melalui dinas terkait dalam hal ini DLHK Kabupaten Tangerang,  memiliki kewajiban melakukan pemeliharaan, pengawasan, serta perlindungan terhadap RTH dan seluruh vegetasi di dalamnya, termasuk pohon-pohon pelindung dan penunjang ekosistem.

Setiap bentuk penebangan, pemindahan, atau pengurangan jumlah pohon di area RTH wajib melalui mekanisme izin dan kajian lingkungan yang jelas. Pelanggaran terhadap ketentuan tersebut dapat dikenakan sanksi administratif hingga pidana, sebagaimana diatur dalam Pasal 69 dan 70 UU Penataan Ruang.

Karena itu, tindakan penebangan pohon tanpa izin di kawasan RTH EcoPark bukan hanya melanggar etika lingkungan, tetapi juga berpotensi melanggar hukum jika terbukti tidak sesuai prosedur.

Publik kini menanti langkah tegas dari DLHK Kabupaten Tangerang untuk menjawab berbagai kejanggalan dalam proyek RTH EcoPark, sekaligus memastikan bahwa kebijakan pembangunan hijau tidak justru menjadi pembenaran atas perusakan lingkungan.

(Sb-Alex)