PRABUMULIH, ifakta.co — Kota Prabumulih dikenal sebagai salah satu daerah penghasil gas terbesar di Indonesia. Sejak diresmikannya tambahan jaringan gas sebanyak 6.018 Sambungan Rumah (SR) oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan pada masa kepemimpinan Wali Kota H. Ridho Yahya, Prabumulih menjadi kota percontohan pemanfaatan energi gas rumah tangga di Sumatera Selatan.
Program pembangunan jaringan gas rumah tangga (jargas) merupakan bagian dari upaya pemerintah menyediakan energi bersih, murah, dan terjangkau bagi masyarakat, Rabu (22/10/2025).
Kementerian ESDM menugaskan PT Pertamina melalui afiliasinya, PT Pertamina Gas dan PT Pertagas Niaga, untuk mengoperasikan serta mengembangkan jaringan gas di Kota Prabumulih sesuai kaidah keselamatan dan keteknikan.
Iklan
Mengacu pada Peraturan Presiden Nomor 6 Tahun 2019 tentang Penyediaan dan Pendistribusian Gas Bumi, tujuan utama program ini ialah memberikan akses energi berkelanjutan bagi masyarakat, menekan biaya bahan bakar, mendorong kemandirian ekonomi, serta mengurangi beban subsidi BBM dan LPG.
Namun, pelaksanaannya di lapangan dinilai belum sepenuhnya sesuai harapan.
Pimpinan Umum Zona Merah, Fandri Heri Kusuma, menyoroti dua persoalan utama dalam pengelolaan jaringan gas di Prabumulih yang dinilai dapat merugikan masyarakat.
“Dari pengamatan kami, ada dua hal penting yang berpotensi merugikan masyarakat. Pertama, soal cara penghitungan pemakaian gas (kubikasi), dan kedua, nilai tagihan yang tidak transparan,” ujar Fandri, Sabtu (19/10/2025).
Menurutnya, masyarakat tidak mengetahui secara pasti bagaimana PT Pertagas Niaga menentukan jumlah pemakaian gas bulanan karena tidak pernah terlihat ada petugas melakukan pengecekan meter gas secara rutin. “Kami juga mempertanyakan dasar penghitungan tarif per kubik gas yang diterapkan. Tidak ada kejelasan besaran maupun mekanismenya,” tegasnya.
Fandri menyebut, Zona Merah dalam waktu dekat akan mengajukan permintaan klarifikasi resmi kepada PT Pertagas Niaga. Ia menegaskan bahwa tarif gas rumah tangga seharusnya mengacu pada ketentuan Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas), yakni sebesar Rp4.250 per meter kubik untuk kategori konsumen RT-1 (apabila belum ada perubahan).
Sementara itu, Direktur PD Petro Prabu, Rondon Joleno, saat dikonfirmasi terkait keberadaan kantor PT Pertagas Niaga di Prabumulih menyebut bahwa kantor operasional perusahaan tersebut berada di Palembang.
“Untuk kantor PT Pertagas Niaga tidak ada di Prabumulih, adanya di Kota Palembang,” kata Rondon.
Fandri berharap pengelolaan jaringan gas di Prabumulih ke depan dapat dilakukan secara transparan, akuntabel, dan berpihak kepada masyarakat.
“Kami hanya ingin agar kebijakan tarif dan sistem pengelolaan jargas dilakukan sesuai aturan yang berlaku, sehingga tidak menimbulkan kerugian bagi masyarakat,” tutupnya. (Edy)


























