TANGERANG, ifakta.co – Program Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A) di Kabupaten Tangerang, Banten, dinilai perlu mendapat evaluasi menyeluruh. Dari hasil pantauan ifakta.co, sejumlah kegiatan P3A dengan nilai proyek mencapai Rp195 juta justru sarat dugaan pelanggaran aturan serta mengabaikan keselamatan kerja.
Temuan tersebut mencuat di beberapa wilayah, khususnya Kecamatan Gunung Kaler, Kresek, Mekar Baru, Sukamulya, dan sekitarnya. Hampir di setiap kegiatan P3A, tidak terlihat adanya papan informasi proyek sebagaimana mestinya.
Di Desa Cijeruk, Kecamatan Mekar Baru, misalnya, para pekerja terlihat tidak menggunakan alas kaki saat melaksanakan pekerjaan. Kondisi ini sangat berisiko mencederai pekerja. Selain itu, kegiatan juga tidak dilengkapi dengan rambu peringatan maupun papan informasi proyek.
Iklan
Salah seorang pekerja yang mengaku sebagai kepercayaan pelaksana P3A mengatakan pihaknya hanya mengikuti arahan pimpinan.
“Sudah kita pasang bang, tapi dilepas lagi. Kita nggak tahu, di sini kita hanya bekerja ikut arahan pimpinan,” ujarnya.
Sementara itu, program P3A sejatinya berbeda dengan proyek pembangunan lainnya. Para ketua pengelola sudah diberikan dana khusus untuk mengerjakan program irigasi demi kesejahteraan petani. Namun, fakta di lapangan menunjukkan indikasi kuat adanya penyalahgunaan, di mana transparansi hilang dan orientasi keuntungan pribadi lebih menonjol dibanding kepentingan petani.
Gabungan wartawan Pantura bersama masyarakat menegaskan agar pengurus pusat P3A turun langsung ke lapangan, bukan hanya duduk menerima setoran atau “upeti” dari setiap kegiatan. Mereka menilai pengurus pusat P3A pandai berbicara soal aturan, tetapi realitas di lapangan justru memperlihatkan praktik yang menyimpang.
Lebih parah lagi, hingga kini Koordinator P3A bungkam saat dikonfirmasi. Padahal, sebagai pihak yang bertanggung jawab, ia seharusnya terbuka dan memberikan penjelasan transparan kepada publik mengenai penggunaan anggaran.
Dugaan adanya permainan anggaran semakin kuat karena lemahnya pengawasan dari dinas terkait. Dinas teknis yang seharusnya melakukan kontrol ketat justru terkesan menutup mata. Kondisi ini membuat program P3A rawan dijadikan bancakan demi kepentingan segelintir orang, sementara para petani yang menjadi sasaran utama malah tak merasakan manfaatnya secara nyata.
(Sb-Alex)



