JAKARTA, ifakta.co – Di ujung cakrawala, laut membentang luas, seolah tak bertepi. Gelombangnya berkejaran, saling berlari menuju pantai. Di atasnya, angin berhembus lembut, lalu terkadang berubah menjadi keras, membawa suara-suara rahasia dari jauh.

Angin dan laut adalah sahabat lama. Mereka tumbuh bersama, berbicara dalam bahasa yang hanya mereka pahami. Saat angin bertiup pelan, laut berbisik lembut, ombaknya berayun tenang seakan meninabobokan siapapun yang mendengarnya. Tapi ketika angin berubah garang, laut ikut bergemuruh. Ombak menjulang tinggi, memecah karang, menebarkan buih-buih putih yang berlarian di udara.

Di malam hari, angin dari laut membawa aroma asin yang khas, berpadu dengan semilir dingin yang menembus kulit. Ia menyapa para nelayan yang bersiap melaut, memberi pertanda apakah malam itu akan bersahabat atau penuh tantangan.

Iklan

Laut tanpa angin akan diam, tenang, bahkan sepi. Angin tanpa laut kehilangan tujuan, tak ada ombak yang bisa ia ajak menari. Keduanya saling melengkapi, menciptakan harmoni yang abadi.

Bagi banyak orang, laut dan angin bukan sekadar bagian dari alam. Mereka adalah pengingat, bahwa kehidupan tak selalu tenang. Ada saatnya bergejolak, ada pula saatnya damai. Seperti laut yang kadang teduh, kadang bergelora, begitulah hidup berjalan—dengan angin sebagai penuntun arah.

(Sb-Alex)