JAKARTA, ifakta.co – Kejahatan lingkungan kerap dipandang sebagai pelanggaran administratif semata. Izin dilanggar, aturan diakali, lalu diselesaikan dengan denda.
Namun dalam perspektif Green Criminology, kejahatan lingkungan adalah bentuk kejahatan serius yang dampaknya jauh melampaui kerugian ekonomi jangka pendek.
Ia menyasar hak paling mendasar. Hak manusia dan makhluk hidup lain untuk hidup di lingkungan yang sehat dan berkelanjutan.
Iklan
Pembalakan liar, pertambangan tanpa reklamasi, pencemaran sungai oleh limbah industri, hingga alih fungsi lahan yang brutal bukan sekadar kesalahan teknis.
Semua itu adalah tindakan kriminal struktural yang sering kali melibatkan relasi kuasa antara korporasi besar, elite politik, dan lemahnya penegakan hukum.
Dalam banyak kasus, pelaku tidak tersentuh hukum, sementara masyarakat kecil dan alam menanggung akibatnya.
Green Criminology menegaskan bahwa korban kejahatan lingkungan tidak hanya manusia hari ini, tetapi juga generasi masa depan.
Anak-anak yang lahir di wilayah tercemar berisiko mengalami gangguan kesehatan kronis. Petani kehilangan tanah subur, nelayan kehilangan laut yang bersih, dan masyarakat adat kehilangan ruang hidupnya. Sementara itu, pelaku sering kali tetap menikmati keuntungan ekonomi tanpa menanggung dampak sosial dan ekologis.
Dampak jangka panjang kejahatan lingkungan sangat mengkhawatirkan. Krisis iklim, bencana ekologis, kelangkaan air bersih, dan rusaknya keanekaragaman hayati bukan peristiwa alamiah semata, melainkan akumulasi dari kejahatan yang dibiarkan berulang.
Ketika hutan hilang, banjir dan longsor menjadi ancaman rutin. Ketika laut tercemar, ketahanan pangan ikut terancam.
Lebih berbahaya lagi, kejahatan lingkungan berpotensi menciptakan ketidakadilan lintas generasi. Generasi mendatang dipaksa membayar harga mahal atas keserakahan hari ini. Memperbaiki kerusakan yang tidak mereka ciptakan. Inilah yang membuat Green Criminology menuntut perubahan paradigma. Dari sekadar menghukum pelanggaran hukum, menjadi melindungi keberlanjutan kehidupan.
Negara tidak boleh lagi bersikap permisif. Penegakan hukum harus berpihak pada korban ekologis, bukan pada kepentingan modal. Kejahatan lingkungan harus diperlakukan sebagai kejahatan serius, dengan sanksi tegas, pemulihan lingkungan, dan pertanggungjawaban korporasi yang nyata.
Jika kejahatan lingkungan terus dibiarkan, masa depan bukan hanya suram, tetapi rapuh. Green Criminology mengingatkan kita bahwa melindungi lingkungan bukan pilihan moral semata, melainkan keharusan hukum dan tanggung jawab sejarah demi memastikan bumi tetap layak dihuni oleh generasi yang akan datang.(Jo)



