TEGAL, JAWA TENGAH. ifakta.co,-Kawasan wisata pemandian air panas Guci, Kabupaten Tegal, diterjang banjir bandang pada Sabtu sore setelah hujan deras mengguyur kawasan lereng Gunung Slamet selama berjam-jam. Air bah datang mendadak, membawa lumpur, batu, dan kayu, merusak fasilitas wisata serta memicu kepanikan pengunjung.
Banjir bandang dipicu oleh meluapnya aliran sungai dari kawasan hulu Guci akibat intensitas hujan tinggi. Debit air meningkat drastis dan langsung mengalir ke area wisata, terutama di sekitar Pancuran 13, salah satu titik paling ramai dan ikonik di kawasan tersebut.
Arus deras merusak kolam pemandian, menghanyutkan pipa saluran air panas, serta memutus beberapa jembatan kecil penghubung antarlokasi wisata. Lumpur dan bebatuan menutup jalur pejalan kaki, membuat akses wisata lumpuh total.
“Saya lagi di dekat kolam, tiba-tiba air cokelat gede datang dari atas. Cepat banget. Orang-orang langsung lari semua,” kata Rizky (32), pengunjung asal Jakarta.
Menurut Rizky, situasi berubah mencekam dalam hitungan menit. Teriakan pengunjung bercampur suara arus deras membuat suasana tak terkendali.
“Anak-anak nangis, orang tua panik cari keluarganya. Kami langsung naik ke tempat yang lebih tinggi,” ujarnya.
Kesaksian serupa disampaikan Siti Aminah (45), pengunjung asal Brebes, yang hampir terseret arus saat mencoba menyelamatkan diri.
“Lantainya licin banget, lumpur tebal. Saya sempat kepleset, untung ada yang narik,” katanya.
Meski menyebabkan kerusakan serius dan kepanikan massal, tidak ada laporan korban jiwa dalam peristiwa ini. Tim gabungan dari BPBD Kabupaten Tegal, TNI, Polri, PMI, dan relawan segera melakukan evakuasi pengunjung serta pengamanan lokasi.
Pihak BPBD menyatakan kawasan wisata Guci ditutup sementara demi keselamatan. Proses pembersihan dan pengecekan struktur bangunan masih berlangsung karena sejumlah titik dinilai rawan.
“Kami fokus memastikan lokasi aman. Pengunjung diminta tidak mendekat sampai ada pemberitahuan resmi,” kata petugas BPBD di lokasi.
Hingga malam hari, air dilaporkan telah surut, namun material lumpur dan batu masih menumpuk. Alat berat dikerahkan untuk mempercepat normalisasi kawasan wisata.
Peristiwa ini kembali menegaskan tingginya risiko bencana hidrometeorologi di kawasan wisata pegunungan, khususnya saat musim hujan. Pengelola wisata dan pemerintah daerah didorong memperkuat sistem mitigasi serta peringatan dini demi keselamatan pengunjung.