JAKARTA, ifakta.co — Pemerintah mengambil langkah tegas terhadap perusahaan-perusahaan yang diduga berperan dalam memperparah bencana banjir di Sumatera. Menteri Lingkungan Hidup, Hanif Faisol Nurofiq, mengumumkan pencabutan seluruh persetujuan lingkungan yang berkaitan dengan aktivitas industri di kawasan terdampak, khususnya di Batang Toru, Sumatera Utara.

Hanif menyampaikan keputusan tersebut dalam rapat kerja bersama Komisi XII DPR RI di Senayan, Jakarta, Rabu (3/12/2025). 

Ia menyebut temuan awal mengidentifikasi delapan entitas usaha di wilayah Batang Toru—tujuh di antaranya telah beroperasi aktif, sementara satu lainnya belum memulai kegiatan namun tetap akan diperiksa.

Iklan

“Kami menarik kembali semua dokumen persetujuan lingkungan di wilayah bencana sebagai langkah awal penegakan hukum,” kata Hanif. 

Menurutnya, pemanggilan resmi terhadap entitas usaha tersebut akan dilakukan mulai Senin, 8 Desember 2025, berdasarkan temuan citra satelit yang menunjukkan potensi kontribusi aktivitas mereka terhadap kerusakan lingkungan.

Ratusan Korban, Kayu Gelondongan Banjiri Pemukiman

Bencana banjir bandang yang melanda Batang Toru pada akhir November 2025 membawa material kayu gelondongan dalam jumlah besar. 

Laporan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Tapanuli Selatan per 1 Desember mencatat 50 warga meninggal dunia, 46 masih hilang, dan 49 luka berat. Ribuan penduduk terpaksa mengungsi menyusul rusaknya rumah dan infrastruktur desa.

Bupati Tapanuli Selatan, Gus Irawan Pasaribu, mengungkapkan bahwa akses perizinan pengelolaan hutan kembali dibuka oleh Kementerian Kehutanan pada Oktober 2025, sekitar satu bulan sebelum banjir besar terjadi di Garoga, Huta Godang, dan Aek Ngadol. Ia menambahkan bahwa fenomena banjir membawa kayu gelondongan sebenarnya telah terjadi berulang sejak akhir 2024.

Kemenhut Bantah, Data Lapangan Dipertanyakan

Pernyataan pemerintah daerah langsung ditanggapi Kementerian Kehutanan. Dirjen PHL Kemenhut, Laksmi Wijayanti, menegaskan tidak ada izin baru yang diterbitkan tahun ini. Ia menjelaskan bahwa layanan Sistem Informasi Penatausahaan Hasil Hutan (SIPUHH) telah dihentikan sejak Juni 2025 untuk evaluasi, dan akses bagi pemilik hak tanah di Tapanuli Selatan telah ditutup sejak Juli.

Menurut Laksmi, adanya surat permintaan dari Bupati untuk penutupan akses mengindikasikan aktivitas ilegal yang memang kemudian ditindak pada Oktober 2025. 

Namun, ia menegaskan SIPUHH bukan izin operasional, melainkan sistem pencatatan kayu yang keluar dari hutan non-negara.

“Setiap pelanggaran tetap akan kami tindak sesuai ketentuan hukum,” ujarnya.

Investigasi Lanjut Disorot Publik

Perbedaan data antara pemerintah daerah dan pusat terjadi di tengah tekanan publik yang semakin kuat setelah video banjir bandang Batang Toru viral di media sosial. Ribuan batang kayu besar yang hanyut bersama arus dianggap menjadi bukti adanya kerusakan hutan di hulu.

Sejumlah organisasi lingkungan, termasuk WALHI dan Greenpeace, mendesak pemerintah membuka investigasi menyeluruh terkait aktivitas perusahaan serta tata kelola hutan di Sumatera, terutama di kawasan yang termasuk habitat penting seperti Batang Toru.

(Amin)