JAKARTA,-ifakta,– Pemerintah kembali menegaskan komitmen melawan peredaran narkotika melalui penyusunan KUHP Baru dan RUU Penyesuaian Pidana. Perubahan ini menghadirkan aturan yang lebih terstruktur dan menyesuaikan sanksi bagi pelaku kejahatan narkotika, mulai dari pengedar hingga pemakai.

Dalam KUHP Baru, narkotika digolongkan ke dalam beberapa kategori sesuai tingkat bahayanya. Hukuman bagi pengedar dan produsen narkotika kelas tinggi kini bisa mencapai pidana penjara seumur hidup atau denda miliaran rupiah. Sedangkan pengguna yang terbukti memiliki narkotika untuk konsumsi pribadi dapat dikenai pidana lebih ringan, dengan fokus pada rehabilitasi.

Sementara itu, RUU Penyesuaian Pidana membawa beberapa inovasi penting. Salah satunya adalah pemberian opsi rehabilitasi wajib bagi pengguna yang tertangkap, terutama bila terdeteksi kasus pertama atau belum menyebabkan kerugian sosial besar. RUU ini juga memperkuat pengawasan terhadap penyalahgunaan narkotika sintetis dan obat-obatan baru yang saat ini kerap luput dari regulasi lama.

Iklan

Ahli hukum pidana, Dr. Rizky Andhika, menilai KUHP Baru dan RUU Penyesuaian Pidana memberikan keseimbangan antara penegakan hukum dan perlindungan masyarakat. “Di satu sisi, pelaku besar disasar dengan hukuman maksimal. Di sisi lain, pengguna yang membutuhkan rehabilitasi mendapat kesempatan pulih,” kata Rizky.

Meskipun demikian, beberapa pihak menyoroti perlunya implementasi yang konsisten, termasuk kapasitas lembaga rehabilitasi dan aparat penegak hukum. Jika tidak, ancaman hukuman berat justru tidak efektif menekan peredaran narkotika.

Dengan diterapkannya aturan pidana narkotika versi KUHP Baru dan RUU Penyesuaian Pidana, pemerintah berharap dapat menekan angka penyalahgunaan narkotika sekaligus memberikan keadilan yang lebih proporsional bagi masyarakat.