TANGERANG, ifakta.co – Gelombang kritik semakin deras menghantam jajaran pimpinan Satpol PP Kabupaten Tangerang. Proposal pembangunan masjid yang diajukan pada 7 Oktober 2025 bukan hanya tidak diproses, tetapi justru diperlakukan dengan sikap dingin, seolah tidak memiliki nilai penting bagi masyarakat.
Saat dikonfirmasi pada Jumat (21/11/2025), Rudi, staf bagian umum yang menerima proposal pada 7 November 2025, hanya memberikan jawaban kaku dan menghindar dari penjelasan. Alasan yang diberikan pun sangat normatif: tidak ada anggaran. Jawaban tersebut memicu kekecewaan karena dianggap sebagai bentuk ketidakseriusan menangani permohonan untuk fasilitas ibadah.

Namun bukan hanya staf, sorotan terberat kini mengarah kepada dua pucuk pimpinan:
Sekdis Satpol PP Kabupaten Tangerang dan Kasat Satpol PP Kabupaten Tangerang, Ana Supriatna. Keduanya dinilai gagal total menunjukkan sikap empati, kepedulian, ataupun inisiatif terhadap proposal pembangunan masjid tersebut.
Iklan
“Seorang Sekdis dan Kasat itu bukan hanya duduk manis dan menunggu berkas. Mereka pemimpin. Tapi untuk urusan masjid saja diam. Tidak ada klarifikasi, tidak ada arah kebijakan. Ini sangat mencederai perasaan masyarakat,” ujar seorang pemuda Gunung Kaler.
Masyarakat mempertanyakan prioritas Satpol PP yang selama ini dinilai lebih cepat bergerak dalam mengurusi tempat hiburan malam bahkan disebut-sebut menerima berbagai bentuk setoran dari aktivitas tersebut ketimbang urusan rumah ibadah.
“Kok bisa tempat hiburan malam lebih cepat mereka urus, tapi masjid malah dipinggirkan? Ini bukan hanya janggal, tapi memalukan bagi institusi penegak perda,” lanjutnya.
Tokoh agama H. Sam turut memberikan tanggapan keras. Ia menilai sangat ironis jika pejabat publik tidak mampu menunjukkan partisipasi terhadap kegiatan positif, terlebih pembangunan masjid.
“Sangat disayangkan jika seorang pejabat tidak bisa memberikan partisipasinya dalam hal kegiatan yang baik seperti pembangunan masjid. Nilainya tidak besar, tapi kepeduliannya itu yang dinilai,” tegas H. Sam kepada wartawan
Menurutnya, jika alasan yang digunakan adalah ketiadaan anggaran dinas, pejabat seharusnya memiliki empati untuk memberikan dukungan pribadi even jika itu sekadar Rp10.000–Rp50.000 sebagai bentuk solidaritas dan penghormatan terhadap kegiatan keagamaan masyarakat.
“Ini bukan soal nominal, tapi soal kepekaan hati,” tambahnya.
Hingga berita ini dipublikasikan, baik Sekdis Satpol PP maupun Kasat Satpol PP Kabupaten Tangerang, Ana Supriatna, tidak mengeluarkan pernyataan resmi. Sikap bungkam ini semakin memperkuat penilaian publik bahwa birokrasi Satpol PP kini kehilangan sentuhannya terhadap kebutuhan dasar masyarakat, terutama dalam pembangunan rumah ibadah.
(Sb-Alex)



