LOMBOK, ifakta.co – Di balik gemerlap Sirkuit Mandalika yang jadi kebanggaan nasional, tersimpan kisah kelam tentang kerakusan dan pembiaran. Hanya satu jam dari lokasi ajang balap dunia itu, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menemukan aktivitas tambang emas ilegal berskala besar. Produksinya? Tiga kilogram emas per hari.

Kabar ini mengagetkan banyak pihak — termasuk KPK sendiri. “Saya juga baru tahu. Saya enggak pernah menyangka di Pulau Lombok, satu jam dari Mandalika, ada tambang emas besar,” kata Dian Patria, Kepala Satuan Tugas Koordinasi dan Supervisi KPK Wilayah V, dalam acara Briefing Media Mewujudkan Pertambangan Bebas dari Korupsi, Selasa (21/10).

Temuan ini menampar logika publik. Sebuah tambang ilegal beroperasi bebas di daerah yang sama dengan kawasan super prioritas pariwisata nasional, sementara aparat dan pemerintah daerah seolah tak melihat, tak mendengar, tak tahu apa-apa.

Iklan

Tiga Kilo Sehari, Tapi Tak Ada yang Tahu

Dian menyebut, tambang emas ilegal di sekitar Lombok itu bukan operasi kecil-kecilan. “Dan itu luar biasa ternyata bisa tiga kilo emas satu hari,” ujarnya. Jumlah sebesar itu, jika dihitung dengan harga emas Rp1,3 juta per gram, berarti mencapai Rp3,9 miliar per hari.

Artinya, dalam sebulan operasi tambang itu bisa menghasilkan lebih dari Rp100 miliar. Pertanyaan besarnya: ke mana emas itu pergi? Siapa yang menikmatinya?

KPK curiga praktik ini tak mungkin berjalan tanpa perlindungan. “Kalau mereka tidak berani menindak, bisa jadi mereka bagian dari masalah. Sengaja. Itu yang selama ini banyak terjadi,” kata Dian.

Pernyataan Dian menyinggung jantung persoalan lama: tambang ilegal di Indonesia bukan sekadar pelanggaran hukum, tapi jaringan ekonomi gelap yang dibekingi oknum berpengaruh.

“Mereka tidak berani menagih karena itu mungkin ada beking-bekingnya, atau mereka memang menikmati,” lanjutnya. Kalimat itu terdengar seperti tamparan bagi para pejabat lokal yang selama ini menutup mata atas tambang-tambang gelap yang terus menggali bumi Lombok tanpa izin, tanpa kontrol, tanpa tanggung jawab lingkungan.

KPK mengklaim telah turun langsung ke lapangan. “Kita koordinasi segala macam, kita dampingi,” kata Dian. Tapi publik bertanya-tanya — sampai sejauh mana koordinasi itu efektif jika tambang ilegal tetap beroperasi, bahkan berani menambang di kawasan strategis nasional?

Sumber internal di lingkungan Kementerian ESDM mengakui kepada ifakta.co, selama dua tahun terakhir memang terjadi lonjakan aktivitas penambangan emas tanpa izin di Lombok Timur dan Lombok Tengah. “Sebagian besar dilakukan malam hari. Ada oknum yang sengaja mem-backup, bahkan alat berat bisa keluar-masuk tanpa gangguan,” ujar sumber itu, meminta identitasnya disamarkan.

Lombok: Antara Surga Wisata dan Neraka Tambang

Mandalika dirancang sebagai simbol kebangkitan ekonomi NTB lewat pariwisata. Tapi kenyataan di lapangan menunjukkan paradoks yang memalukan: kawasan indah yang dijual untuk investasi justru dikelilingi tambang liar yang merusak.

Aktivis lingkungan dari Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) NTB, Syaiful Hadi, menyebut fenomena ini “ironi pembangunan.”

“Negara sibuk membangun sirkuit internasional, tapi gagal menjaga tanah sekitarnya dari kerusakan. Setiap gram emas dari tambang ilegal itu sama saja dengan mencuri masa depan Lombok,” ujarnya.

Uang Gelap, Jejak yang Sulit Dikejar

KPK menduga tambang ilegal di Lombok tak berdiri sendiri. Ada jaringan perdagangan emas gelap yang berujung di kota besar — bahkan bisa tembus ke pasar ekspor ilegal lewat jalur Singapura. “Uang hasil tambang liar ini biasanya diputar lewat perusahaan fiktif dan toko emas bayangan,” kata sumber di lingkungan penegak hukum NTB.

Dengan estimasi produksi tiga kilogram per hari, potensi kerugian negara mencapai lebih dari Rp1 triliun per tahun. Namun, hingga kini belum ada satu pun nama pejabat atau pengusaha yang ditetapkan sebagai tersangka.

KPK Sudah di Lapangan

KPK memastikan sudah menindaklanjuti temuan ini dengan melakukan koordinasi lintas instansi, mulai dari ESDM hingga aparat keamanan. Tapi publik menunggu hasil nyata.
“Kalau memang ada unsur pidana, KPK tidak akan segan menindak. Tapi ini butuh dukungan penuh dari pemerintah daerah,” ujar Dian.

Pernyataan itu terdengar hati-hati. Di lapangan, publik justru bertanya-tanya: apakah KPK benar-benar bebas menyentuh “raja-raja kecil” yang mungkin bermain di balik tambang ilegal itu?

Kasus tambang ilegal di Lombok membuka kembali luka lama tentang lemahnya tata kelola pertambangan di Indonesia. Di atas kertas, semua tambang harus berizin, punya analisis dampak lingkungan, dan membayar pajak.
Tapi di lapangan, hukum tunduk pada kepentingan.

Dan kini, hanya satu jam dari sirkuit megah tempat bendera-bendera dunia berkibar, bumi Lombok terus dikupas tanpa izin, tanpa nurani.

“Uang dari tambang ilegal itu mengalir ke banyak kantong,” kata seorang aktivis lokal di Praya. “Dan seperti biasa, yang miskin hanya tanahnya — bukan manusianya.”

(my/my)