KUTAI TIMUR, ifakta.co – Warga Desa Tepian Langsat, Kecamatan Bengalon, Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur, sudah hampir satu dekade hidup dalam keterbatasan akses kebutuhan dasar. Alinan listrik, air bersih dan lampu penerangan jalan tak kunjung mereka nikmati secara layak.
Dahri, salah satu warga setempat, mengungkapkan kondisi ini sudah berlangsung sejak 10 tahun terakhir meski warga berkali-kali mengajukan permohonan ke pemerintah desa maupun instansi terkait.
“Kami sudah 10 tahun tidak menikmati listrik yang layak, air bersih, penerangan jalan, bahkan tempat pembuangan sampah pun tidak tersedia,” ujar Dahri, Senin (20/10/2025).
Iklan
Menurutnya, meskipun warga telah mengajukan pemasangan aliran listrik dan tiang PLN, hingga kini belum ada realisasi dari pemerintah daerah, PLN maupun PDAM.
“Kami mohon pemerintah memperhatikan warga Desa Tepian Langsat. Kami butuh listrik, air bersih, penerangan jalan, dan tempat sampah,” tegasnya.
Tanpa dukungan pemerintah, warga terpaksa swadaya membeli genset hingga memasang panel surya agar bisa menyalakan listrik seadanya. Namun kualitas arus sangat lemah, bahkan lampu di rumah mereka hanya menyala redup.
“Karena tidak ada gardu, listrik dari panel surya lemah dan lampu hanya redup,” keluhnya.
Persoalan air bersih juga tak kalah memprihatinkan. Sebagian warga masih bergantung pada sumber air yang keruh dan tidak layak konsumsi.
Warga berharap Gubernur Kaltim dan Bupati Kutai Timur segera turun tangan untuk memenuhi hak dasar masyarakat desa.
Analisis Publik: Rakyat Merasa Dibodohi?
Meski Desa Tepian Langsat pernah disebut sebagai desa percontohan oleh Kemendes PDT pada 6 Desember 2024, dan bahkan mendapat apresiasi dari Kemendagri, kenyataan di lapangan justru berbanding terbalik.
Predikat “desa inspiratif” justru terasa seperti dramatisasi politik. Rakyat dipuji dalam narasi panggung, tapi dibiarkan gelap dalam kehidupan nyata.
Krisis Kepercayaan ke Pemerintah Desa
Minimnya transparansi pengelolaan dana desa menambah keresahan publik. Aktivis antikorupsi bahkan mendesak adanya audit independen atas penggunaan dana desa serta pengelolaan BUMDes.
Pengamat kebijakan publik, Abdurrahman Daeng, menilai kesenjangan akses energi berdampak langsung pada masa depan generasi desa.
“Tanpa listrik, pendidikan anak desa terhambat, usaha kecil mati, dan pelayanan publik seperti puskesmas tidak berjalan maksimal. Ini bukan sekadar fasilitas, tapi amanat penderitaan rakyat,” tegas eks aktivis 98 itu.
Ia mendesak pemerintah daerah dan PLN segera turun ke lapangan untuk menyelesaikan krisis kebutuhan dasar ini.
Hingga berita ini ditayangkan, Pemkab Kutai Timur dan Pemprov Kalimantan Timur belum memberikan tanggapan. ifakta.co masih berupaya melakukan konfirmasi dan akan memuat perkembangan berikutnya.
(my/my)



























