JAKARTA, Ifakta.co | Negara kita akan mulai menerapkan campuran 1% bahan bakar penerbangan berkelanjutan (SAF – Sustainable Aviation Fuel) untuk penerbangan internasional yang berangkat dari Jakarta dan Bali mulai 2026. Ini adalah langkah teknologi dan lingkungan yang cukup berani di tengah upaya global pengurangan emisi.
Sustainable Aviation Fuel (SAF) adalah bahan bakar pesawat yang dibuat dari sumber non-fosil seperti :
- minyak goreng bekas (used cooking oil),
- limbah pertanian,
- lemak hewan,
- biomassa, atau bahkan
- karbon daur ulang dari atmosfer (melalui teknologi carbon capture).
Berbeda dari avtur konvensional yang berasal dari minyak bumi, SAF dapat mengurangi emisi karbon hingga 80% selama siklus hidupnya, tergantung pada bahan baku dan proses produksinya.
Iklan
Detail Informasi :
- Pertamina, perusahaan energi milik negara, sudah mulai memproduksi SAF dari minyak goreng bekas (used cooking oil/UCO) dan merencanakan konversi dua kilang agar kapasitas produksinya naik.
- Pemerintah menyusun regulasi untuk implementasi awal 1% SAF pada 2026, dengan target peningkatan bertahap menjadi hingga 5% pada 2035.
- Potensi produksi UCO di Indonesia cukup besar: diperkirakan 3-4 juta kiloliter per tahun.

Mengapa Ini Penting :
- Teknologi & Lingkungan: Penggunaan SAF merupakan integrasi teknologi energi baru dan pengurangan emisi untuk sektor penerbangan yang selama ini sulit dikurangi.
- Industri dan Produksi Lokal: Pemanfaatan UCO sebagai bahan baku membuka peluang ekonomi baru, meningkatkan nilai tambah limbah, serta memperkuat rantai industri domestik.
- Posisi Indonesia di Kancah Global: Langkah ini menunjukkan kesiapan Indonesia untuk masuk dalam arus teknologi energi bersih dan menjadi bagian dari solusi global perubahan iklim.
- Kesiapan Infrastruktur & Regulasi: Regulasi baru dan konversi kilang menunjukkan bahwa aspek teknologi dan kebijakan sedang digarap bersamaan — bukan hanya janji tapi juga tindakan.
Tantangan dan Catatan :
- Menerapkan SAF tinggi-teknologi masih menghadapi kendala seperti harga produksi, efisiensi proses, dan regulasi yang siap pakai.
- Meski potensi UCO besar, logistik pengumpulan, pengolahan, dan standar mutu SAF harus dijaga agar kualitasnya layak untuk penerbangan.
- Industri penerbangan dan maskapai harus bersiap dengan infrastruktur baru (misalnya, penyimpanan, distribusi SAF) dan perubahan operasional.
- Kenaikan dari 1% ke target 5% hingga 2035 menunjukkan bahwa ini adalah perjalanan panjang, bukan solusi instan.
Langkah untuk menerapkan 1% SAF pada 2026 adalah langkah teknologi strategis yang menggabungkan inovasi energi, lingkungan, dan industri. Meski masih banyak tantangan, ini memberi sinyal bahwa Indonesia tidak hanya menjadi pengguna teknologi, tetapi juga bisa menjadi pionir di kawasan untuk penerapan teknologi “bersih” di sektor penerbangan.(FA)