TANGERANG, ifakta.co – Kabar tentang kawanan monyet yang berkeliaran hingga ke kawasan kantor Wali Kota Tamgerang Selatan belakangan ini cukup menghebohkan warga.
Kawanan monyet yang kabarnya berasal dari kebun di sekitar kawasan Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Puspiptek) ini bahkan telah menyebar hingga radius sepuluh kilometer dari lokasi awalnya.
Sebagai warga yang tinggal di Perumahan Puspiptek sejak kawasan ini mulai dibangun pada September 1983, penulis merasa perlu menyampaikan latar belakang dan kondisi faktual yang menyebabkan terganggunya habitat alami monyet tersebut.
Iklan

Warga Perumahan Puspiptek, Dosen FH Unpam (Foto:dok pribadi)
Dari Kawasan Penelitian Jadi Lingkungan Padat Pemukiman
Kawasan Puspiptek ditetapkan sebagai Objek Vital Nasional (Obvitnas) sejak masa pemerintahan Presiden Soeharto. Di dalamnya terdapat Reaktor Nuklir Serba Guna berdaya 30 MW beserta berbagai fasilitas pendukung yang dikelola untuk kepentingan riset nasional.
Namun, sejak era Otonomi Daerah bergulir, perubahan lingkungan di sekitar kawasan Puspiptek berlangsung sangat cepat. Banyak perumahan dan area komersial bermunculan di sekitarnya. Akibatnya, habitat alami satwa liar, termasuk kawanan monyet, ikut terdesak dan terganggu.
Dulu, di sekitar kawasan reaktor masih banyak pedagang kaki lima yang berjualan. Sisa makanan mereka kerap diberikan kepada kawanan monyet. Warga dan pengunjung yang datang juga sering memberi makanan sekadar hiburan. Kini, setelah pedagang dilarang berjualan, rantai makanan buatan manusia itu terputus.
Monyet-monyet yang telah terbiasa menerima makanan dari manusia akhirnya lapar dan mencari sumber makanan baru—termasuk ke area pemukiman.
Dengan kata lain, yang mengacaukan keseimbangan ekosistem bukan satwanya, tapi manusianya sendiri.
Monyet Puspiptek: Lebih dari Sekadar Satwa Liar
Keberadaan monyet di sekitar kawasan nuklir sebenarnya punya nilai ekologis dan ilmiah penting. Mereka bukan sekadar penghuni liar, tapi bisa menjadi indikator alami kesehatan lingkungan.
Populasi monyet yang tetap hidup dan berkembang biak menunjukkan bahwa area di sekitar reaktor relatif aman dari paparan radiasi dalam level berbahaya. Satwa ini menjadi parameter penting dalam pemantauan lingkungan nuklir.
Keberadaan mereka dapat digunakan untuk penelitian jangka panjang tentang dampak radiasi terhadap genetika, perilaku, dan adaptasi satwa liar—mirip dengan studi yang dilakukan pasca-bencana nuklir di Chernobyl, Ukraina.
Saatnya BRIN dan BKSDA Turun Tangan
Fenomena keluarnya kawanan monyet hingga ke pemukiman warga menunjukkan adanya kegagalan dalam pengelolaan habitat satwa liar di kawasan vital nasional.
Untuk itu, penulis mengusulkan agar:
Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) sebagai pengelola kawasan segera berkoordinasi dengan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) untuk melakukan penangkapan, evakuasi, dan penanganan satwa liar secara profesional.
Selain itu, langkah-langkah preventif di dalam kawasan Puspiptek perlu segera disiapkan agar monyet-monyet yang masih hidup di area penelitian tidak ikut keluar dan menimbulkan keresahan warga sekitar.
Namun semua tindakan itu harus tetap memperhatikan aspek keselamatan dan kesejahteraan satwa.
“Jangan pernah lelah untuk berbuat kebaikan.”
Oleh: Heru Riyadi, SH., MH – Warga Perumahan Puspiptek, Dosen FH Unpam