JAKARTA, Ifakta.co | Dalam upaya memperkuat sistem pengelolaan sampah berkelanjutan di tingkat masyarakat, Indonesia Packaging Recovery Organization (IPRO) dan Bank Sampah Induk Kumala (BSI Kumala) bersama dengan Sudin LH Jakarta Utara dan DLH DKI Jakarta meluncurkan 30 Bank Sampah Unit (BSU) hasil program aktivasi dan reaktivasi di wilayah Kecamatan Cilincing, Jakarta Utara.
Kegiatan ini diselenggarakan di Kantor Suku Dinas Lingkungan Hidup Jakarta Utara, dan dihadiri oleh perwakilan dari Kementerian Lingkungan Hidup (KLH), Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta, Bank Sampah Induk Kumala, anggota IPRO, serta para pengelola 30 Bank Sampah Unit di kecamatan Cilincing, Kamis (16/10).
Peluncuran ini menjadi tindak lanjut kesepakatan dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan pengembangan tata kelola serta kelembagaan dari rangkaian pelatihan manajemen bank sampah induk dan unit yang dilaksanakan sepanjang Maret September 2025.
Iklan
Program tersebut memberikan dukungan berupa pendampingan BSI Kumala dengan mempertemukan off-taker industri daur ulang, pelatihan manajemen, bantuan peralatan, serta peningkatan kapasitas pengetahuan bagi pengelola BSU.
“Melalui aktivasi dan reaktivasi 30 BSU ini, IPRO telah menindak-lanjuti kesepakatan dengan Menteri Lingkungan Hidup, membantu peran DLH DKI Jakarta dalam penguatan fungsi Bank Sampah Induk sebagai model nasional yang berdampingan dengan Sudin LH dalam memaksimalkan peran BSI Kumala di wilayah Jakarta Utara untuk menciptakan alur kelola dan tata laksana BSU pada lapisan masyarakat setingkat RT/RW sekaligus memperkuat rantai pengumpulan sampah terpilah sampai ke industri daur ulang. Kolaborasi multi-pihak ini adalah praktek kunci untuk mencapai ekonomi sirkular yang nyata,” ujar Reza Andreanto, General Manager IPRO.

Dalam upaya mewujudkan Jakarta sebagai kota global yang hijau dan berkelanjutan, Kepala Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta, Asep Kuswanto menekankan bahwa transformasi ini memerlukan kolaborasi menyeluruh dari seluruh elemen masyarakat.
Menurutnya, kemitraan strategis antara pemerintah, pelaku usaha, dan komunitas masyarakat dalam penguatan sistem bank sampah telah menjadi fondasi penting bagi pengembangan ekonomi sirkular di Ibu Kota.
Model kolaborasi ini tidak hanya mendorong pengelolaan sampah yang lebih efektif, tetapi juga memperkuat ketahanan lingkungan dan ekonomi Jakarta menuju masa depan yang lebih berkelanjutan,” pungkas Asep.
Edy Mulyanto, Kepala Suku Dinas Lingkungan Hidup Jakarta Utara, menyampaikan bahwa pihaknya mendapat amanah dari Bapak Menteri Lingkungan Hidup untuk terus mengawal roadmap pengelolaan sampah dari hulu, tengah, hingga hilir.
Ia menambahkan kehadiran IPRO menjadi passing grade bagi Bank Sampah Induk kepada off-taker industri daur ulang langsung, sehingga memotivasi bank sampah unit dan masyarakat untuk lebin melakukan pemilahan dan menyalurkan kemasan paska konsumsi.
“Saya berharap upaya yang dilakukan IPRO sebagai platform kolaborasi bagi para produsen dalam melakukan implementasi EPR dari hulunya dapat mendorong semakin banyak pemilik merk lain untuk terlibat, karena pengelolaan sampah adalah tanggung jawab kita bersama,” ujarnya.
Dalam acara yang dikemas dalam bentuk Focus Group Discussion (FGD) bertema “Penguatan Peran Bank Sampah Induk dan tata kelola Bank Sampah Unit dalam Mendukung EPR dan Peta Jalan Pengurangan Sampah oleh Produsen”, hadir sebagai narasumber:
Bapak Adib Darmawan, Kepala Seksi Pengurangan Sampah Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta.
Bapak Edy Mulyanto, Kepala Suku Dinas Lingkungan Hidup Jakarta Utara.
Abah Dindin, Ketua BSI Kumala.
Perwakilan anggota IPRO yang mendukung implementasi program EPR.
Diskusi akan menyoroti pentingnya penguatan BSU sebagai ujung tombak pengelolaan sampah terpilah di tingkat masyarakat dan penguatan peran BSI di tingkat provinsi sebagai mitra strategis produsen dalam implementasi Extended Producer Responsibility (EPR) dengan perluasan pemangku kepentingan.
Sebagai bagian dari acara, dilakukan pula penimbangan simbolis pertama sebagai tanda dimulainya kembali / operasional baru terhadap 30 Bank Sampah Unit yang telah diaktivasi dan direaktivasi.
Kegiatan ini merupakan bagian dari tindak lanjut dukungan terhadap program Menteri Lingkungan dalam :
Memberdayakan bank sampah unit dengan alat dan pengetahuan,
Menghubungkan bank sampah induk dengan industri daur ulang, dan
Mendorong keterlibatan aktif produsen dalam pengumpulan kemasan daur ulang.
Dengan peluncuran 30 BSU ini, IPRO berharap tercipta peningkatan jumlah nasabah bank sampah di tingkat masyarakat secara aktif dan berkelanjutan, terjadinya peningkatan kapasitas pengumpulan sampah terpilah, serta terciptanya sistem pengelolaan data yang transparan dan terhubung dengan pelaporan EPR nasional.
Tentang IPRO (Indonesia Packaging Recovery Organization)
Indonesia Packaging Recovery Organization (IPRO) adalah yayasan nirlaba, independen, dan multi-pemangku kepentingan yang menjembatani kolaborasi industri dengan mitra pengumpul serta pendaur ulang dalam menerapkan Extended Producer Responsibility / EPR dengan perluasan Stakeholder di Indonesia. Didirikan pada 2020, IPRO menyediakan kerangka kerja yang praktis berbasis SOP dan additionality principle-agar pengelolaan dan kepastian pengolahan sampah kemasan pascakonsumsi memberikan hasil nyata, terukur, dan dapat diaudit.
Keanggotaan IPRO saat ini adalah 23 perusahaan: 17 Brand Owners/FMCGs:
Coca-Cola, Danone, Indofood, Nestlé, Unilever, HM Sampoerna, SC Johnson, L’Oréal, Mondelēz, Godrej, Fonterra, Frisian Flag, GarudaFood, PepsiCo, Reckitt, Nutrifood, Wings Food. 3 Packaging Converters: Tetra Pak, SIG, Lamipak. Dan 3 Supporting Materials Industry: Siegwerk, Avery Dennison, Master Label.
IPRO bekerja-sama dengan 17 mitra aktif (usaha pengelolaan/pengolah sampah) untuk mewujudkan kepastian daur ulang, dengan menerapkan tiga framework kategorisasi:
1. OpEx Insentif – mendorong kenaikan kuantitas dan kualitas 8 jenis sampah kemasan prioritas agar memenuhi standar daur ulang.
2. Infrastructure & Co-Investment – memperluas sarana pemilahan
dan meningkatkan kapasitas proses melalui investasi bersama dengan mitra strategis.
3. Advocacy, Education & Community Development – memperkuat advokasi kebijakan, perubahan perilaku, penerapan K3 pada mitra, dan inklusi sektor informal.
Dengan tata kelola transparan dan audit independen, IPRO menjadi platform kolaboratif yang melengkapi kebijakan Pemerintah dalam pencapaian target pengurangan sampah kemasan, sejalan dengan regulasi EPR dan roadmap ekonomi sirkular nasional.
IPRO mengedepankan dialog reguler dan berbasis data praktek dari 5 tahun best practices implementasi program untuk:
Menyinergikan program EPR industri dengan rencana dan target pemerintah; Merancang skema pembiayaan / insentif yang adil dan efektif; Ikut memastikan keberlanjutan rantai pasok daur ulang nasional; Menyediakan skema social inclusion/integration melalui perlindungan K3 dan kemitraan.



























