JAKARTA, Ifakta.co | Fenomena judi online kian mengkhawatirkan di Indonesia. Meski pemerintah telah gencar melakukan pemblokiran ribuan situs setiap bulannya, praktik ini terus menjamur dan menjerat berbagai kalangan, mulai dari pelajar, pekerja, hingga ibu rumah tangga. Di balik tampilan yang tampak sepele dan menghibur, judi online menyimpan dampak destruktif yang serius bagi moral, ekonomi, dan masa depan bangsa.
Merusak Moral Generasi Muda
Menurut data Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), mayoritas pelaku judi online berusia antara 17 hingga 35 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa generasi produktif Indonesia sedang berada di pusaran ancaman moral yang berbahaya.
Iklan
“Judi online bukan hanya soal uang yang hilang, tapi juga soal nilai dan karakter yang rusak,” tegas Psikolog Sosial Universitas Indonesia, Dr. Retno Wardani, kepada wartawan, Selasa (15/10).
Ia menambahkan, kecanduan judi menumbuhkan sikap malas bekerja keras, menipu diri sendiri, bahkan mendorong perilaku kriminal demi menutup kerugian finansial.
Menghancurkan Ekonomi Keluarga
Kasus-kasus rumah tangga hancur akibat judi online terus bermunculan. Banyak kepala keluarga terlilit utang pinjol karena terjebak keinginan untuk “balik modal”.
Salah satu korban, sebut saja Andi (34), mengaku kehilangan tabungan Rp75 juta hanya dalam waktu dua bulan. “Awalnya cuma coba-coba, tapi makin lama makin ketagihan. Saya sampai jual motor dan pinjam uang teman,” tuturnya.
Fenomena ini menimbulkan efek domino mulai dari meningkatnya kasus perceraian, kriminalitas, hingga depresi akibat tekanan ekonomi.
Menyumbat Produktivitas dan Pembangunan
Di sisi lain, secara makro ekonomi, judi online turut mengalirkan triliunan rupiah ke luar negeri. Uang rakyat yang seharusnya berputar di sektor riil justru menguap tanpa kontribusi terhadap pembangunan nasional.
Pakar ekonomi digital Faisal Anwar menegaskan, “Transaksi judi online umumnya menggunakan server luar negeri, artinya uang Indonesia bocor keluar. Ini tidak hanya merugikan individu, tapi juga menekan ekonomi nasional.”
Propaganda dan Ilusi Keberuntungan
Platform judi online kerap menggunakan strategi psikologis dan propaganda digital, menampilkan testimoni palsu atau iklan kemenangan besar. Padahal, sistem permainan dirancang agar pengguna terus kalah.
“Propaganda ini berbahaya karena menipu logika masyarakat dengan iming-iming kekayaan instan,” ujar Retno. “Padahal yang menang hanya segelintir, sementara yang kalah adalah jutaan rakyat kecil.”
Seruan untuk Bangkit dan Melawan
Pemerintah bersama aparat penegak hukum telah membentuk Satgas Pemberantasan Judi Online, namun perlawanan juga harus datang dari masyarakat. Edukasi, pengawasan keluarga, dan literasi digital menjadi benteng utama.
“Bangsa ini akan hancur jika moral dan mentalnya dikendalikan oleh permainan digital yang menipu,” kata Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo dalam keterangan resminya pekan lalu.
Ia menegaskan komitmen Polri untuk menindak tegas pelaku penyedia dan promotor judi online, baik di dalam maupun luar negeri.
Judi online bukan sekadar pelanggaran hukum, melainkan penyakit sosial yang perlahan menggerogoti sendi-sendi kehidupan bangsa. Ia merusak akhlak, menghancurkan ekonomi keluarga, dan mengalirkan kekayaan nasional ke luar negeri.
Melawan judi online berarti menyelamatkan generasi dan martabat Indonesia.(FA)